Powered By Blogger

Selasa, 25 Desember 2012

Perubahan dan Perkembangan Organisasi pada Madrasah Aliyah Islamiyah Rokan Baru - Pembaharuan Pendidikan Islam Menuju Masyarakat Madani



BAB. I.
PENDAHULUAN

A.           LATAR BELAKANG

Pendidikan adalah usaha sadar mengembangkan seluruh potensi individu, untuk mencapai tujuan tersebut, maka produktivitas institusional perlu ditingkatkan. Madrasah Aliyah Islamiyah  Rokan Baru Bertempat di Jalan Pelajar No.1 Rokan Baru, Bangko, Rokan Hilir, Riau. Madarasah Aliyah Islamiyah  Rokan Baru adalah merupakan satu-satunya sekolah yang bernuansa islam di rokan baru. Oleh karena itu perlu adanya sebuah perubahan-perubahan yang sekiranya bermanfaat agar tetap bisa bertahan serta dapat unggul dari yang lainnya, seperti perubhan pendidikan islami menuju masyarakat madani dan berakhlak karimah.

Madarasah Aliyah atau sering disebut sebagai Pendidikan Islam yaitu sistem pendidikan yang dapat memberikan kemampuan akademik dan non-akademik kepada siswa/siswi untuk memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita dan nilai-nilai Islam yang telah menjiwai dan mewarnai kepribadiannya. Atau dengan kata lain Pendidikan Islam merupakan pewaris dan perkembangan budaya manusia yang bersumber dan berpedoman pada ajaran Islam sebagai yang termaktub dalam Al Qur’an dan terjabar dalam Sunnah Rasul.

Pendidikan Islam dalam rangka terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Dengan demikian ciri yang penggunaan ajaran Islam sebagai pedoman dalam proses pewarisan dan pengembangan budaya ummat manusia atau masyarakat tersebut.
Dapat dikatakan bahwa seseorang yang mendapatkan pendidikan Islam harus mampu hidup dalam kedamaian dan kesejahteraan sebagaimana diharapkan oleh cita-cita Islam,  dengan kata lain ketika seseorang yang menerima pendidikan Islam maka ia menjalankan kehidupannya sesuai dengan koridor ajaran Islam, yaitu Al Qur’an dan Hadits. Dengan demikian pengertian pendidikan Islam adalah suatau sistem pendidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang diperlukan seorang hamba Allah, sebagaimana Islam telah menjadi pedoman dalam seluruh aspek kehidupan manusia, baik yang bersifat duniawi dan ukhrawi.

Akhir-akhir ini sering muncul ungkapan dari sebahagian pejabat pemerintah, politisi, cendekiawan, dan tokoh-tokoh masyarakat tentang masyarakat madani (sebagai terjemahan dari kata civil society). Tanpaknya, semua potensi bangsa Indonesia dipersiapkan dan diberdayakan untuk menuju masyarakat madani yang merupakan cita-cita dari bangsa ini. Masyarakat madani diprediski sebagai masyarakat yang berkembang sesuai dengan potensi budaya, adat istiadat, dan agama.

Demikian pula bahwa bangsa Indonesia pada era menuju globalisasi ini diarahkan untuk menuju masyarakat madani, untuk itu kehidupan manusia Indonesia akan mengalami perubahan yang fundamental yang tentu akan berbeda dengan kehidupan masayakat pada era orde baru. Kenapa bisa demikian...?? karena dalam masyarakat madani yang dicita-citakan, dikatakan akan memungkinkan "terwujudnya kemandirian masyarakat, terwujudnya nilai-nilai tertentu dalam kehidupan masyarakat, terutama keadilan, persamaan, kebebasan dan kemajemukan (pluraliseme)" , serta taqwa, jujur, dan taat hukum.

Konsep masyarakat madani merupakan tuntutan baru yang memerlukan berbagai torobosan di dalam pola berpikir, penyusunan konsep, serta tindakan-tindakan. Dengan kata lain, dalam menghadapi perubahan masyarakat dan zaman, “diperlukan suatu paradigma baru di dalam menghadapi tuntutan-tuntutan yang baru. Karena apabila tantangan-tantangan baru tersebut dihadapi dengan menggunakan paradigma lama, maka segala usaha yang dijalankan akan memenuhi kegagalan" dan akan sisa-sia.

Terobosan pemikiran kembali kepada sebuah konsep dasar tentang pembaharuan pendidikan Islam menuju masyarakat madani sangat diperlukan, hal ini dikarenakan "pendidikan sarana terbaik yang didisain untuk menciptakan suatu generasi baru pemuda-pemudi yang tidak akan kehilangan ikatan dengan tradisi mereka sendiri tapi juga sekaligus tidak menjadi bodoh secara intelektual atau terbelakang dalam pendidikan mereka atau tidak menyadari adanya perkembangan-perkembangan disetiap cabang pengetahuan manusia. Berdasarkan masalah di atas, yang perlu dicermati dalam pembahasan ini adalah bagaimanakah pendidikan Islam didisain menuju masyarakat madani Indonesia yang taat kuhum serta berbudi pekerti baik.

Istilah masyarakat Madani sebenarnya telah lama hadir di bumi, walaupun dalam wacana akademi di Indonesia belakangan mulai tersosialisasi. "Dalam bahasa Inggris ia lebih dikenal dengan sebutan Civil Society". Sebab, "masyarakat Madani", sebagai terjemahan kata civil society atau al-muftama' al-madani. ....Istilah civil society pertama kali dikemukakan oleh Cicero dalam filsafat politiknya dengan istilah societies civilis, namun istilah ini mengalami perkembangan pengertian.

Para ahli Filsafat Pendidikan, menyatakan bahwa dalam merumuskan pengertian pendidikan sebenarnya sangat tergantung kepada pandangan terhadap manusia; hakikat, sifat-sifat atau karakteristik dan tujuan hidup manusia itu sendiri. Perumusan pendidikan bergantung kepada pandangan hidupnya, "apakah manusia dilihat sebagai kesatuan badan dan jasmani; badan, jiwa dan roh, atau jasmani dan rohani? Apakah manusia pada hakekatnya dianggap memiliki kemampuan bawaan (innate) yang menentukan perkembangannya dalam lingkungannya, atau lingkungannyalah yang menentukan (domain) dalam perkembangan manusia? Bagimanakah kedudukan individu dalam masyarakat? Apakah tujuan hidup manusia? Apakah manusia dianggap hanya hidup sekali di dunia ini, ataukah hidup lagi di hari kemudian [akhirat]? Demikian beberapa pertanyaan filosofis" yang diajukan.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas, memerlukan jawaban yang menentukan pandangan terhadap hakekat dan tujuan pendidikan, dan dari sini juga sebagai pangkal perbedaan rumusan pendidikan atau timbulnya aliran-aliran pendidikan seperti; pendidikan Islam, Dengan demikian, terdapat keaneka-ragaman pendangan tentang pendidikan. Akan tetapi, "dalam keanekaragaman pandangan tentang pendidikan terdapat titik-titik persamaan tentang pengertian pendidikan, yaitu pendidikan dilihat sebagai suatu proses; karena dengan proses itu seseorang (dewasa) secara sengaja mengarahkan pertumbuhan atau perkembangan seseorang (yang belum dewasa). Proses adalah kegiatan mengarahkan perkembangan seseorang sesuai dengan nilai-nilai yang merupakan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas. Maka, dengan pengertian atau definisi itu, kegiatan atau proses pendidikan hanya berlaku pada manusia tidak pada hewan" (Anwar Jasin, 1985:2).
Dari uraian di atas, timbul pertanyaan apakah Pendidikan Islam itu? Pendidikan Islam adalah suatu pendidikan yang melatih perasaan murid-murid dengan cara begitu rupa sehingga dalam sikap hidup, tindakan, keputusan, dan pendekatan mereka terhadap segala jenis pengetahuan, mereka dipengaruhi sekali oleh nilai spritual dan sangat sadar akan nilai etis Islam (Syed Sajjad Husain dan Syed Ali Ashraf, 1986:2)], atau menurut Abdurrahman an-Nahlawi, "pendidikan Islam mengantarkan manusia pada perilaku dan perbuatan manusia yang berpedoman pada syariat Allah (Abdurrahman an-Nahlawi, 1995:26).
Dari pandangan ini, dapat dikatakan bahwa pendidikan Islam bukan sekedar "transfer of knowledge" ataupun "transfer of training", ....tetapi lebih merupakan suatu sistem yang ditata di atas pondasi “keimanan” dan “kesalehan”, yaitu suatu sistem yang terkait secara langsung dengan Tuhan (Roihan Achwan, 1991:50). Dengan demikian, dapat dikatakan pendidikan Islam suatu kegiatan yang mengarahkan dengan sengaja perkembangan seseorang sesuai atau sejalan dengan nilai-nilai Islam. Maka sosok pendidikan Islam dapat digambarkan sebagai suatu sistem yang membawa manusia kearah kebahagian dunia dan akhirat melalui ilmu dan ibadah. Karena pendidikan Islam membawa manusia untuk kebahagian dunia dan akhirat, maka yang harus diperhatikan adalah "nilai-nilai Islam tentang manusia; hakekat dan sifat-sifatnya, misi dan tujuan hidupnya di dunia ini dan akhirat nanti, hak dan kewajibannya sebagai individu dan anggota masyarakat. Semua ini dapat kita jumpai dalam al-Qur'an dan Hadits (Anwar Jasin, 1985:2).
Jadi, dapat dikatakan bahwa "konsepsi pendidikan model Islam, tidak hanya melihat pendidikan itu sebagai upaya "mencerdaskan" semata (pendidikan intelek, kecerdasan), melainkan sejalan dengan konsep Islam tentang manusia dan hakekat eksistensinya. ...Maka,..pendidikan Islam sebagai suatu pranata sosial, juga sangat terkait dengan pandangan Islam tentang hakekat keberadaan [eksistensi] manusia. Oleh karena itu, pendidikan Islam juga berupaya untuk menumbuhkan pemahaman dan kesadaran bahwa manusia itu sama di depan Allah dan perbedaanya adalah terletak pada kadar ketaqwaan masing-masing manusia, sebagai bentuk perbedaan secara kualitatif" (M.Rusli Karim, 1991:29-32).
Pendidikan berupaya untuk menumbuhkan pemahaman dan kesadaran pada manusia, maka sangat urgen sekali untuk memperhatikan konsep atau pandangan Islam tentang manusia sebagai makhluk yang diproses kearah kebahagian dunia dan akhirat, maka pandangan Islam tentang manusia antara lain: Pertama, konsep Islam tentang manusia, khsusunya anak, sebagai subyek didik, yaitu sesuai dengan Hadits Rasulullah, bahwa “anak manusia” dilahirkan dalam fitrah atau dengan "potensi" tertentu.
Lembaga-lembaga pendidikan Islam mengambil secara utuh semua kurikulum [non-agama] dari kurikulum sekolah umum, kemudian tetap mempertahankan sejumlah program pendidikan agama, sehingga banyak bahan pelajaran yang tidak dapat dicerna oleh peserta didik secara baik, sehingga produknya (hasilnya) serba setengah-tengah atau tanggung baik pada ilmu-ilmu umum maupun pada ilmu-ilmu agama. Untuk itu, lembaga-lembaga pendidikan Islam sebenarnya mulai memikirkan kembali disain program pendidikan untuk menuju masyarakat madani, dengan memperhatikan relevansinya dengan bentuk atau kondisi serta ciri masyarakat madani. Maka untuk menuju "masyarakat madani", lembaga-lembaga pendidikan Islam harus memilih satu di antara dua fungsi yaitu apakah mendisain model pendidikan umum Islami yang handal, unggul dan mampu bersaing secara kompotetif dengan lembaga pendidikan umum atau mengkhususkan pada disain pendidikan keagamaan yang handal, unggul dan mampu bersaing secara kompotetif, misalnya mempersiapkan ulama-ulama dan mujtahid-mujtahid yang berkaliber nasional dan dunia.

Sebelum membahas tentang Perubahan Organisasi Pendidikan, maka perlu mengerti tentang apa Perubahan Organisasi adalah suatu proses dimana organisasi tersebut berpindah dari keadaannya yang sekarang menuju ke masa depan yang diinginkan untuk meningkatkan efektifitas organisasinya. Tujuannya adalah untuk mencari cara baru atau memperbaiki dalam menggunakan resources dan capabilities dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan organisasi dalam menciptakan nilai dan meningkatkan hasil yang diinginkan kepada stakeholders.

Sumber daya manusia merupakan aset penting dalam suatu organisasi. Pada akhirnya, suatu organisasi mengkhususkan kompetensi berdasarkan pada keahlian dan kemampuan dari pegawainya. Karena keahlian dan kemampuan ini memberikan organisasi keuntungan dalam berkompetisi, organisasi harus terus menerus mengawasi strukturnya untuk mencari cara yang paling efektif dalam memotivasi dan mengorganisir sumber daya manusia untuk memperoleh dan menggunakan keahlian mereka.

 Suatu organisasi pendidikan islam dapat meningkatkan nilai-nilai (value) dengan merubah struktur, budaya dan teknologi serta pembaharuan pendidikan islam menuju masyarakat madani.



B.            MANDAT  MADARASAH ALIYAH -ISLAMIYAH ROKAN BARU
Sebagai sebuah lembaga pendidikan Islam di bawah Departemen Agama, Madrasah Aliyah Islamiyah Rokan Baru mendapat mandat yaitu :
1.             Mengemban amanah sebagai sekolah khusus yang berciri khas Islam.
2.             Mengemban amanah sebagai madrasah islam  yang unggul.
3.             Mengemban amanah sebagai madrasah yang mengembangkan kemampuan akademik,nonakademik,dan akhlaq karimah kepada para siswa-siswinya.

C.           NILAI KEUNGGULAN MADARASAH ALIYAH -ISLAMIYAH ROKAN BARU

Dalam melaksanakan kegiatannya, Madrasah Aliyah Islamiyah Rokan Baru wajib menjunjung tinggi dan mengamalkan nilai-nilai (value) berikut ini :
1.             Keimanan dan ketaqwaan
Meyakini dalam hati, diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan perbuatan sehari-hari.
2.             Kebenaran
Menentukan segala sesuatu yang benar atau salah.
3.             Kebaikan
Tidak merugikan orang lain, serta dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
4.             Kecerdasan
Kemampuan akademik dan non akademik setiap individu (siswa-siswi untuk memperoleh pengetahuan.
5.             Kebersamaan
Prinsip kegotong-royongan antar sesama, peduli terhadap lingkungan disekitarnya.
6.             Keindahan
Prinsip keindahan untuk sesama.

D.           VISI MADRASAH ALIYAH ISLAMIYAH ROKAN BARU
Terwujudnya madrasah berbasis islam sebagai pusat keunggulan dan rujukan dalam kualitas akademik dan non akademik serta akhlaq karimah.

E.            MISI MADRASAH ALIYAH ISLAMIYAH ROKAN BARU
1.           Membangun budaya madrasah yang membelajarkan dan mendorong semangat keunggulan.
2.           Mengembangkan SDM madrasah yang kompeten.
3.           Menyelenggarakan pendidikan yang menghasilkan lulusan berkualitas akademik dan nonakademik serta berakhlaq karimah.
4.           Mengembangkan sistem dan manajemen madrasah yang berbasis penjaminan mutu.
5.           Menciptakan dan memelihara lingkungan yang sehat, kondusif, dan harmonis.
6.           Mewujudkan Madrasah yang memenuhi standar nasional pendidikan indonesia.
7.           Tanggap terhadap perubahan.

F.            TUJUAN MADRASAH ALIYAH ISLAMIYAH ROKAN BARU

1.             Terwujudnya lulusan yang berkualitas akademik dan non-akademik serta berakhlaq karimah.
2.             Terbangun budaya madrasah islam, membelajarkan dalam satu visi
3.             Terwujudnya SDM madrasah islam yang memiliki kompetensi utuh.
4.             Terlaksana tatakelola pendidikan berbasis sistem penjaminan mutu.
5.             Tercipta dan terpelihara lingkungan madrasah yang sehat, kondusif, dan harmonis.
6.             Tercapai standar nasional pendidikan indonesia.


G.           PERMASALAHAN

Secara garis Besar kita bisa meyakini bahwa niat pendirian Madrasah Aliyah adalah sebagai Sekolah setingkat SMA adalah pada dasarnya bertujuan baik karena bercita-cita menyeimbangkan pendidikan umum dengan pendidikan agama islam. Hal ini tergambar dari jenis mata pelajaran yang ada di Madrasah Aliyah saat awal berdirinya hingga sekarang ini.

Namun jika disimak dari sudut keseimbangan beban belajar dengan batas kemampuan otak remaja yang menjadi siswanya akan menimbulkan keraguan terhadap kemungkinan akan tercapainya tujuan pendidikan di Madrasah Aliyah itu sendiri. Bayangkan sejumlah Mata Pelajaran yang ada di SMA seluruhnya diberikan di Madarasah Aliyah selanjutnya disingkat dengan MA ditambah Mata Pelajaran Agama yang persentasenya juga sama baik dari segi jumlah. jenis dan bobot mata pelajarannya. Bisa pula dibayangkan bagaimana beratnya beban belajar yang dipikul oleh siswa-siswi SMA saat ini dan bagaimana pula lebih beratnya lagi adalah beban belajar siswa-siswi MA yang dua kali lipat itu.

Sudah menjadi rahasia bersama (rahasia umum) jika dari sejumlah mata pelajaran yang ada di SMA saat ini hanya beberapa saja yang dapat dikuasai siswa, lalu bagaimana dengan siswa MA ?. Artinya bisa diyakini siswa-siswi MA akan dihadapkan pada dilema menentukan sikap dengan pilihan yang sulit yakni : menguasai mata pelajaran umum atau mata pelajaran agama sehingga jadilah siswa-siswa MA tersebut menjadi tiga kelompok yaitu : yang menguasai mata pelajaran agama, menguasai mata pelajaran umum atau tidak menguasai kedua-duanya. Selama bertahun-tahun saya mendidik siswa-siswi di Madrasah Aliyah Islamiyah Rokan Baru hal inilah yang saya lihat sekaligus memiriskan pemikiran terhadap nasib anak-anak tersebut ketika dihadapkan dengan perkembangan tuntutan jaman yang semakin mengarah pada soal-soal profesionalisme, tanggap terhadap perubahan jaman, serta dapat menguasai Teknologi yang ada.


BAB. II.
PEMBAHASAN

1.1.       Perubahan Organisasi

Perubahan Organisasi adalah suatu proses dimana organisasi tersebut berpindah dari keadaannya yang sekarang menuju ke masa depan yang diinginkan untuk meningkatkan efektifitas organisasinya. Tujuannya adalah untuk mencari cara baru atau memperbaiki dalam menggunakan resources dan capabilities dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan organisasi dalam menciptakan nilai dan meningkatkan hasil yang diinginkan kepada stakeholders.

Menurut Desplaces (2005) perubahan yang terjadi dalam organisasi seringkali membawa dampak ikutan yang selalu tidak menguntungkan. Bahkan menurut Abrahamson (2000), perubahan itu akan menimbulkan kejadian yang “dramatis” yang harus dihadapi oleh semua warga organisasi.

Desplaces (2005) mengutip kajian yang dilakukan Poras dan Robertson's (1992) menyatakan bahwa kebijakan perubahan yang dilakukan oleh organisasi hanya memberikan manfaat positif bagi organisasi sebesar 38%. Meskipun perubahan organisasi tidak langsung memberikan manfaat yang besar bagi kemajuan organisasi, namun beberapa praktisi tetap meyakini tentang pentingnya suatu organisasi untuk melakukan perubahan.


1.2.       Target Perubahan

v   Sumber daya manusia
Sumber daya manusia merupakan aset penting dalam suatu organisasi. Pada akhirnya, suatu organisasi mengkhususkan kompetensi berdasarkan pada keahlian dan kemampuan dari pegawainya. Karena keahlian dan kemampuan ini memberikan organisasi keuntungan dalam berkompetisi, organisasi harus terus menerus mengawasi strukturnya untuk mencari cara yang paling efektif dalam memotivasi dan mengorganisir sumber daya manusia yang ada guna untuk memperoleh dan menggunakan keahlian mereka sesuai dengan cita-cita organisasi dimasa yang akan datang.

v   Sumber Daya Fungsional
Suatu organisasi dapat meningkatkan nilai dengan merubah struktur, budaya dan teknologi. Perubahan dari fungsional ke sebuah produk (kualitas akademik dan non akademik). Perubahan di  dalam struktur fungsional dapat membantu menyediakan suatu pengaturan di mana orang-orang termotivasi untuk melaksanakan perubahan-perubahan tersebut.

v   Kemampuan Teknologi
Kemampuan teknologi memberi sebuah organisasi pendidikan suatu kapasitas yang besar untuk merubah dengan sendirinya dengan tujuan memanfaatkan peluang perubahan yang ada. Pada tingkat organisasi pendidikan, sebuah organisasi harus menyediakan konteks yang memungkinkan untuk menerjemahkan kompetensi teknologinya menjadi nilai (value) bagi para stakeholder, pemerintah serta lingkungan masyarakat disekitarnya.

v   Kemampuan Organisasi
Melalui struktur organisasi dan budaya, sebuah organisasi dapat memanfaatkan sumber daya manusia dan fungsional untuk memanfaatkan peluang teknologi yang ada. Perubahan organisasi sering kali melibatkan hubungan antara manusia dan fungsi-fungsi untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam menciptakan nilai-nilai suatu organisasi tersebut.

1.3.       Tuntutan untuk Perubahan Organisasi
Pada era globalisasi seperti sekarang ini, organisasi pendidikan dituntut untuk selalu dapat berubah mengikuti perkembangan jaman yang semakin canggih, serta secara terus-menerus selalu berubah-ubah secara konstan, dan suatu organisasi harus menyesuaikan dengan segala perubahan untuk dapat bertahan hingga pada akhirnya dapat unggul dari yang lainnya.

v   Kekuatan Persaingan (Competitive Forces)
Setiap organisasi berusaha keras untuk mencapai keuggulan dari pesaingnya (kompetitor). Persaingan menjadi pemicu untuk melakukan perubahan dikarenakan apabila organisasi tersebut tidak dapat melebihi pesaingnya dalam efisiensi, kualitas atau kemampuan untuk melakukan inovasi pada kualitas pendidikan maka akan tertinggal jauh dari pesaingnya, serta organisasi tersebut tidak akan bertahan lama.
Ekonomi, politik, dan kekuatan global secara terus menerus mempengaruhi organisasi dan memaksa mereka untuk bagaimana dan di mana harus menghasilkan kualitas pendidikan yang lebih baik lagi. Perserikatan ekonomi dan politik antar negara menjadi suatu kekuatan yang penting untuk perubahan. Tidak ada suatu organisasi yang mampu mengabaikan dampak dari ekonomi global dan kekuatan politik terhadap aktivitasnya, oleh karenanya organisasi pendidikan harus tetap mampu melakukan perubahan-perubahan agar nantinya dapat bersaing serta unggul dari yang lainnya.

v   Kekuatan Demografi dan Sosial (Demography and Social Forces)
Perubahan dalam komposisi dari kekuatan pendidik dan terus meningkatnya keaneka ragaman pegwai guru, hal ini mengenalkan pada organisasi banyaknya peluang dan tantangan. Perubahan dalam karakteristik demografis dari kekuatan pekerja (guru) memaksa para kepala sekolah (manajer) untuk merubah dengan cara-cara atau gaya-gaya mereka dalam mengatur karyawan dan belajar bagaimana cara memahami, mengawasi dan memotivasi dengan setiap anggota yang berbeda secara efektif. Banyak organisasi yang membantu para pekerja mereka untuk memahami akan adanya perubahan teknologi yang terus berkembang dengan menyediakan dukungan dalam mengedepankan pelatihan dan pendidikan yang sesuai dengan arah perkembangan jaman.

v   Kekuatan Etika (Ethical Forces)
Sama pentingnya bagi suatu organisasi dalam mengambil tindakan untuk berubah sebagai tanggapan atas tuntutan dalam perubahan demografis dan sosial untuk kearah perilaku perusahaan yang lebih jujur dan bertanggung jawab. Banyak organisasi membutuhkan perubahan untuk mengijinkan para kepala sekolah (manajer) dan para pekerja di semua tingkatan untuk melaporkan perilaku yang tidak pantas, sehingga suatu organisasi dapat dengan segera menyingkirkan perilaku seperti itu dan melindungi kepentingan umum bagi para siswa-siswi dan lingkungan masyarakat disekitarnya.


1.4.       Strategi untuk Pelaksanaan Perubahan

Implementasi bagian yang terpenting dari proses perubahan, dan juga merupakan hal yang sulit untuk dilakukan. Perubahan seringkali dirasakan menggangu dan tidak nyaman untuk para level kepala sekolah (manajer) begitu juga dengan para karyawan (pendidik). Perubahan merupakan hal yang kompleks dan implementasinya dibutuhkan kepemimpinan yang kuat dan gigih serta berani mengambil resiko dalam setiap langkah perubahan-perubahan yang diambilnya demi menuju organisasi yang bisa bertahan dan mampu bersaing dari pesaingnya.


1.5.       Kepemimpinan untuk Perubahan

Kebutuhan akan perubahan dalam organisasi dan perlunya pemimpin yang dapat berhasil mengelola perubahan dan secara terus-menerus dapat tumbuh. Salah satu gaya kepemimpinan kepala sekolah, disebut transformational leadership, khususnya sangat sesuai untuk membawa perubahan. Pemimpin yang menggunakan gaya kepemimpinan transformational meningkatkan inovasi organisasi secara langsung, dengan menciptakan visi, dan secara tidak langsung, menciptakan lingkungan yang mendukung eksplorasi, eksperimen, berani mengambil resiko, dan berbagi ide-de kreatif yang mendukung terjadinya perubahan menuju organisasi yang unggul dan tentunya mampu bertahan ke depan.

Keberhasilan perubahan hanya dapat terjadi bila seorang pemimpin (kepala sekolah) dan para  karyawan bersedia mencurahkan waktu dan energi yang diperlukan untuk mencapai misi, misi serta tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi, serta bertahan terhadap kemungkinan akan stres dan kesulitan. Pemimpin juga membangun komitmen organisasi dengan merangkul karyawan melalui tiga tahapan proses komitmen perubahan. :

5.1.       Pada tahap pertama, persiapan, setiap pegawai mendengar mengenai perubahan melalui memo, rapat, atau pidato dan menjadi sadar akan perubahan tersebut dan hasil yang positif dari perubahan.
5.2.       Pada tahap kedua, penerimaan, pemimpin (kepala sekolah) dituntut harus membantu para pegawai dalam mengembangkan pemahaman terhadap dampak menyeluruh dari perubahan dan hasil yang positif dari perubahan. Ketika pegawai menerima perubahan secara positif, maka keputusan untuk melakukan implementasi dibuat.
5.3.       Pada tahap ketiga, yaitu tahap komitmen melibatkan langkah-langkah instalasi dan institusionalisasi. Instalasi adalah proses percobaan untuk perubahan, dimana memberikan kesempatan pada pemimpin untuk mendiskusikan masalah dan keprihatinan karyawan dan membangun komitmen untuk bertindak. Pada langkahterakhir, institusionalisasi, karyawan tidak memandang perubahan sebagai sesuatu yang baru melainkan sebagai hal yang normal dan bagian integral dari kegiatan operasi organisasi.
Gambar 2.1 Tahapan Komitmen untuk Berubah
Sumber: Understanding The Theory and Design of Organization (Daft, 2007)










1.6.       Hambatan untuk Perubahan
Adalah hal yang wajar apabila orang-orang melakukan perlawanan terhadap perubahan. Namun, resistansi untuk berubah melambatkan efektivitas organisasi dan mengurangi kesempatan untuk bertahan. Resistansi untuk berubah dapat ditemukan di organisasi, kelompok, dan tingkatan individu.

1.6.1. Resistansi untuk Berubah Tingkat Organisasi Pendidikan Madrasah Aliyah Islamiyah Rokan Baru

Ø   Konflik dan Kekuasaan
Perubahan pada umumnya bermanfaat bagi sebagian orang, fungsi, atau divisi. Ketika perubahan menyebabkan konflik organisasi dan persaingan kekuasaan, suatu organisasi seringkali menghindari adanya perubahan tersebut. Konflik antara kedua fungsi akan menghambat proses perubahan dan mencegah adanya perubahan itu sendiri, oleh sebab itu jika akan melakukan perubahan hendaknya dilihat dahulu kemungkinan konflik dan kemungkinan keukuasaan yang mungkin akan muncul jika terjadi sebuah perubahan-perubahan organisasi. Maka dari itu kita harus jeli dan cermat kapan waktunya akan melakukan perubahan agar tidak terjadi konflik dan tidak terjadi kekuasaan. Jika konflik dan kuasaan ini dapat teratasi maka akan terjadilah sebuah perubahan-perubahan yang berarti, serta bermanfaat bagi suatu organisasi tersebut.

Ø   Perbedaan dalam Fungsional Orientasi
Perbedaan dalam orientasi fungsional adalah halangan utama yang lain untuk berubah dan salah satu sumber akan kelesuan organisasi. Perbedaan fungsi dan divisi seringkali dipandang sebagai sumber masalah yang berbeda pula, sebab mereka melihat masalah utama penyebabnya dari sudut pandang mereka sendiri. Oleh karena itu, kita harus tepat dalam melakukan perubahan dan yang tidak kalah penting adalah menyamakan persepsi dalam struktur yang ada, dengan demikian akan terjadi sebuah perubahan-perubahan menuju sebuah organisasi yang tanggap akan perubahan baik dari luar maupun dari dalam oprganisasi itu sendiri.

Ø   Budaya Organisasi
Nilai-nilai (value) dan norma-norma di dalam budaya organisasi dapat menjadi sumber resistansi untuk berubah. Jika perubahan organisasi mengganggu nilai dan norma-norma yang dibenarkan dan memaksa orang-orang untuk merubah apa yang mereka lakukan dan bagaimana mereka melakukan itu, budaya organisasi akan menyebabkan resistansi untuk berubah. Kadang-kadang, nilai dan strategi baru perlu untuk diadopsi, para kepala sekolah (manajer) tidak dapat merubahnya sebab mereka sudah terikat dengan cara yang biasa mereka lakukan. Oleh karena itu madrasah aliyah islamiyah rokan baru sangat memerlukan pemimpin transformasional yang tanggap akan perkembangan jaman, serta mampu melihat arah kedapan agar lebih baik lagi.


1.6.2. Resistansi untuk Berubah Tingkat Grup

Pekerjaan dalam suatu organisasi banyak dilakukan oleh kelompok, dan beberapa karakteristik dari kelompok tersebut dapat menimbulkan resistensi untuk berubah. Seringkali, perubahan mengubah hubungan antara tugas dan peranan di dalam suatu kelompok: ketika hal tersebut terjadi dapat mengganggu norma-norma dalam kelompok dan harapan dari setiap anggota kelompok satu sama lain.
Hasilnya, anggota kelompok tersebut menentang adanya perubahan karena aturan norma-norma yang baru dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan dari situasi yang baru pula, oleh karena itu seorang pemimpin harus mampu memahami hal-hal kelompok yang mungkin akan resisten, ketegasan seorang pemimpin dalam hal ini sangat diperlukan demi tercapainya sebuah perubahan.
1.6.3. Resistansi untuk Berubah Tingkat Individu

Ada beberapa alasan mengapa di tingkat individu di dalam suatu organisasi mungkin akan cenderung untuk menentang perubahan (resisten).

Pertama, orang-orang (individu) cenderung menentang (resisten) terhadap suatu perubahan dikarenakan mereka merasa tidak aman dan tidak pasti terhadap hasil yang akan diperoleh nantinya. Lebih dari itu, ada kecenderungan umum bahwa orang-orang (individu) akan selektif menerima informasi yang hanya konsisten sesuai dengan pandangan mereka mengenai organisasinya.
Kedua adalah tentang kebiasaan, adalah suatu halangan lebih lanjut untuk perubahan. Sulitnya mengubah kebiasaan yang tidak baik dan mengadopsi gaya perilaku baru menandai bagaimana kebiasaan menjadi sumber resistansi dalam perubahan.
Berikut adalah beberapa bentuk perubahan perilaku di tingkat individu anatar lain :
1.             Perubahan Alamiah ( Natural Change )
Perilaku manusia selalu berubah. Sebagian perubahan itu disebabkan karena kejadian alamiah. Contoh : perubahan perilaku yang disebabkan karena usia seseorang.
2.             Perubahan terencana ( Planned Change )
Perubahan perilaku ini terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh subjek.contoh  : perubahan perilaku seseorang karena tujuan tertentu atau ingin mendapatkan sesuatu yang bernilai baginya.

3.             Kesediaan untuk berubah ( Readdiness to Change )
Apabila terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan di dalam organisasi, maka yang sering terjadi adalah sebagian orang sangat cepat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut, dan  ada sebagian orang lagi sangat lambat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut.
Contoh : perubahan teknologi pada suatu lembaga organisasi, misal dari mesin ketik manual ke mesin komputer, biasanya orang yang usianya tua sulit untuk menerima perubahan pemakaian teknologi tersebut.

Seorang pemimpin (kepala sekolah) harus mampu mengendalikan setiap individu-individu tersebut agar mau dan melaksanakan perubahan tersebut, salah satunya adalah dengan cara memotivasi setia individu, memberikan cermah-ceramah serta pengertian tentang arti sebuah perubahan-perubahan yang akan dilakukan oleh organisasi, pemahaman-pemahan tersebut sangat diperlukan oleh setiap individu agar tidak lagi resisten terhadap perubahan.


1.7.       Teknik Untuk Implementasi
Pemimpin harus dapat serta mampu mengartikulasi visi dan membuat strategi, baik kepala sekolah (manajer) dan pegawai (guru dan staff) di seluruh organisasi pendidikan harus terlibat dalam proses perubahan. Beberapa teknik dapat digunakan untuk mensukseskan implementasi perubahan. Salah-satunya adalah dengan 8 (delapan) langkah-langkah atau kerangka (model) berdasarkan pengalaman dalam melakukan perubahan skala besar (John Kotter, Leading Change).
NO
PENYEBAB KEGAGALAN
SOLUSI
1.
Sudah puas dengan kondisi sekarang, tak ada alasan lagi untuk berubah.
Menciptakan urgensi untuk berubah.
2.
Gagal membangun tim kerja yang solid. Perubahan memerlukan kepemimpinan.
Membangun koalisi yang kokoh untuk mengawal perubahan.
3.
Meremehkan kekuatan visi dan tak ada usaha serius menjelaskan perlunya berubah.
Mengembangkan visi dan strategi perubahan.
4.
Kurang mengkomunikasikan visi. Komunikasi harus menyentuh hati dan pikiran.
Mengkomunikasikan visi perubahan.
5.
Membiarkan hambatan mengganggu visi.
Memberdayakan langkah tindak-lanjut yang pokok (utama).
6.
Gagal menciptakan manfaat langsung.
Menciptakan quick wins.
7.
Terlalu cepat merayakan keberhasilan.
Konsolidasi manfaat perubahan.
8.
Tidak membudayakan perubahan sebagai bagian dari budaya organisasi.
Memantapkan perubahan sebagai bagian dari budaya.

Berikut adalah penjelasan tentang memahami prinsip-prinsip dalam menciptakan perubahan yang berarti di dalam sebuah organisasi :

1.7.1. Membangun Rasa Urgensi
Setelah pemimpin mengidentifikasi kebutuhan akan perubahan, mereka perlu mencegah adanya resistansi dengan menciptakan rasa urgensi yang sangat dibutuhkan dalam perubahan. Krisis yang dihadapi organisasi dapat mengubah perilaku karyawan saat ini dan membuat mereka bersedia menyediakan waktu dan energinya untuk mengadopsi teknik atau prosedur baru.

1.7.2. Menciptakan Tim Pemandu
Dengan adanya situasi mendesak, para agen perubahan yang sukses lalu membentuk tim pemandu (guiding team). Tim yang memiliki kredibilitas, keahlian, koneksi, reputasi, dan wewenang formal yang dibutuhkan dalam sebuah kepemimpinan perubahan. Tim ini belajar beroperasi sebagaimana tim-tim bagus lainnya, dengan saling mempercayai dan memiliki komitmen emosional.
Mereka yang kurang berhasil biasanya hanya mengandalkan satu orang bahkan tidak seorang pun, mengandalkan unit kerja dan kepanitiaan yang lemah, atau struktur birokrasi yang rumit. Semuanya tanpa wewenang, keahlian, ataupun kemampuan untuk melakukan tugas mereka. Lalu usaha perubahan terganggu oleh unit kerja yang tidak memiliki persyaratan untuk melakukan perubahan yang dibutuhkan.

1.7.3. Merumuskan Visi dan Strategi
Pemimpin yang telah berhasil membawa mereka melalui suksesnya transformasi, mempunyai satu hal kesamaan: mereka fokus pada memformulasikan dan mengartikulasi visi dan strategi yang menarik yang akan memandu proses perubahan. Bahkan untuk perubahan yang kecil, sebuah visi yang mengarahkan ke masa depan lebih baik dan strategi yang  diperlukan untuk mencapainya adalah motivasi terpenting dalam perubahan.

1.7.4. Mengkomunikasikan Visi Perubahan
Mengkomunikasikan visi dan strategi adalah langkah selanjutnya, amat sederhana, pesan menyentuh yang dikirimkan melalui saluran-saluran komunikasi yang tidak buntu. Tujuannya adalah untuk menimbulkan pemahaman, mendorong komitmen berani, dan memompa energi yang lebih banyak dari sekelompok orang.

1.7.5. Memberdayakan Tindakan Menyeluruh
Dalam proses perubahan yang berhasil, apabila orang-orang mulai memahami dan menindaklanjuti visi perubahan yang diajukan, tugas manajer adalah menyingkirkan rintangan yang menghalangi usaha mereka. Kata pemberdayaan hampir selalu diasosiasikan dengan beban-beban tambahan yang begitu banyak, sehingga mungkin kita tergoda untuk mengkesampingkannya. Dalam menggunakan istilah ini, pemberdayaan bukanlah mengenai memberikan orang-orang wewenang dan tanggung jawab baru, lalu kita menonton saja. Yang dimaksud di sini adalah menyingkirkan penghalang.

1.7.6. Menghasilkan Kemenangan Jangka Pendek
Mereka yang bekerja dengan orang-orang berdasarkan ketetapan visi akan terbantu meraih kemenangan jangka pendek. Kemenangan-kemenangan ini sangatlah penting. Mereka akan memberikan kredibiltas, sumber daya, dan momentum yang berguna untuk usaha perubahan secara menyeluruh.
Tanpa proses yang tidak diatur dengan baik, tanpa pemilihan proyek awal yang kurang hati-hati, dan tanpa kesuksesan yang datang cukup cepat, mereka yang sinis dan skeptis akan melemahkan usaha perubahan yang sedang berlangsung.

1.7.7. Mengkonsolidasikan Hasil dan Mendorong Perubahanyang Lebih Besar
Setelah satu seri kemenangan-kemenangan jangka pendek, usaha perubahan akan memiliki arah dan momentum. Dalam situasi-situasi yang sukses, orang-orang akan menggunakan momentum yang sudah terbangun untuk mewujudkan visi dengan tetap menjaga tingginya perasaan terdesak dan  rendahnya rasa puas diri. Juga dengan menghilangkan pekerjaan yang tidak perlu, melelahkan, dan menurunkan moral, serta dengan tidak mengumumkan kemenangan secara prematur.

1.7.8. Menambatkan Pendekatan Baru dalam Budaya
Dalam beberapa contoh kasus yang berhasil, para pemimpin perubahan di seluruh organisasi membuat perubahan bersifat tetap dengan membangun budaya baru. Budaya baru ini sekelompok norma perilaku dan nilai-nilai yang diakui bersama-sama, berkembang melalui konsistensi dari keberhasilan tindakan sepanjang periode waktu yang cukup. Di sini cukupnya promosi, orientasi karyawan baru dengan keahlian, dan acaraacara yang melibatkan emosi bisa membuat perbedaan besar.





1.8.       Dimensi dari Disain Organisasi
Dimensi organisasi terdiri dari dua tipe yaitu struktural dan kontekstual. Dimensi struktural menyediakan label untuk menjelaskan karekteristik internal dari suatu organisasi. Dimensi kontekstual menggambarkan keseluruhan organisasi, termasuk ukuran, teknologi, lingkungan dan tujuannya.

1.9.       Dimensi Kontekstual
1.9.1. Ukuran adalah besarnya organisasi yang tercermin dalam jumlah orangorang dalam organisasi tersebut. Dapat diukur untuk organisasi sebagai satu keseluruhan atau spesifik komponen, seperti sebagai pabrik atau divisi.
1.9.2. Teknologi merujuk kepada alat-alat, teknik, dan tindakan yang digunakan untuk mengubah input menjadi output. Lebih ditujukan bagaimana organisasi menghasilkan barang dan jasa yang disediakan untuk para pelanggan dan mencakup hal seperti fleksibel manufaktur, system informasi, dan internet.
1.9.3. Lingkungan termasuk semua elemen di luar batas organisasi. Elemen  tersebut termasuk industri, pemerintah, pelanggan, pemasok, dan komunitas finansial.
1.9.4. Tujuan dan strategi organisasi menentukan lingkup operasional dan hubungan dengan karyawan, pelanggan dan pesaing.
1.9.5. Budaya organisasi adalah kumpulan dari nilai-nilai, kepercayaan,  pengertian dan norma-norma yang dibentuk oleh para pegawai. Nilai-nilai  tersebut berhubungan langsung dengan perilaku beretika, komitmen  pegawai, efisiensi, atau pelayanan pelanggan, dan mereka memberikan perekat untuk terus bersama anggota organisasi.



1.10.   Kesiapan untuk Perubahan Organisasi
Kesiapan merupakan salah satu faktor terpenting dengan melibatkan karyawan untuk mendukung inisiatif perubahan. Dimaksud dengan siap untuk berubah adalah ketika orang-orang dan struktur organisasi sudah dipersiapkan dan mampu untuk berubah.

Kesiapan organisasi untuk berubah menurut Lehman (2005) antara lain dapat dideteksi dari beberapa variabel seperti variabel motivasional, ketersedian sumber daya, nilai-nilai dan sikap positif yang dikembangkan para karyawan, serta iklim organisasi yang mendukung perubahan. Dalam konteks organisasional, kesiapan individu untuk berubah diartikan sebagai kesediaan individu untuk berpartisispasi dalam kegiatan yang dilaksanakan organisasi setelah perubahan berlangsung dalam organisasi tersebut (Huy, 1999).

Menurut Desplaces (2005), kesiapan individu untuk menghadapi perubahan akan menjadi daya pendorong yang membuat perubahan itu akan memberikan hasil yang positif. beberapa kajian terbaru tentang konstruk variabel kesiapan untuk berubah menjelaskan bahwa sesungguhnya kesiapan individu untuk berubah dapat diidentifikasi dari sikap positif individu terhadap perubahan, persepsi dari keseluruhan warga organisasi untuk menghadapi perubahan, dan rasa percaya individu dalam menghadapi perubahan.

Setiap perubahan akan dihadapkan dengan kemungkinan adanya perbedaan dan konflik antara pimpinan dan anggota organisasi. Untuk terjadinya perubahan yang terarah seperti yang diinginkan, maka konflik harus diselesaikan seperti kepercayaan anggota organisasi dan pengetahuan mengenai perubahan. Pada dasarnya, keadaan untuk kesiapan harus harus dibuat. Sebuah organisasi siap untuk berubah apabila ketiga kondisi ini ada:
10.1.   Mempunyai pemimpin yang efektif dan dihormati Seperti kita ketahui dalam manajemen menunjukkan bahwa pemimpin  yang kurang baik – tidak dihormati maupun tidak efektif akan mengalangi kinerja organisasi. Mereka tidak dapat mempertahankan karyawan yang baik dan memotivasi mereka yang berada di perusahaan. Oleh karena itu perusahaan harus mengganti mereka dengan individu-individu yang efektif dan dihormati oleh orang-orang disekitarnya, hal tersebut akan medekatkan bahwa organisasi telah siap untuk berubah.

10.2.   Orang-orang dalam organisasi mempunyai motivasi untuk berubah. Mereka merasa kurang puas dengan keadaan sekarang sehingga mereka bersedia untuk ikut berpartisipasi dan menerima resiko dengan adanya perubahan.

10.3.   Organisasi mempunyai struktur non-hirarki Hirarki dapat menjadi perintang bagi proses perubahan, oleh karena itu manager harus bisa mengurangi pekerjaan yang berdasarkan hirarki dengan memberikan pekerjaan yang bersifat kolaboratif (kerja sama).

Penilaian kesiapan sebelum terjadinya perubahan akan memberikan dorongan yang kuat dan beberapa instrumen yang akan dikembangkan untuk memenuhi tujuan dari sebuah eperubahan tersebut. Instrumen yang sudah ada ini muncul untuk mengukur kesiapan dari beberapa perspektif, yaitu, proses perubahan (change process), isi perubahan (change content), konteks perubahan (change context), dan individu atribut :
1)             Perspektif pertama Proses perubahan merujuk ke langkah-langkah yang dilakukan selama implementasi.
2)             Perspektif kedua adalah konten perubahan organisasi, yang merujuk kepada insiatif tertentu yang sedang diperkenalkan.
3)             Perspektif yang ketiga adalah organisasi konteks.  Konteks terdiri dari kondisi dan lingkungan di mana karyawan melakukan fungsinya.







KESIMPULAN

Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulakn sebagai berikut :
1.             Intinya kita bisa meyakini bahwa niat pendirian Madrasah Aliyah adalah sebagai Sekolah setingkat SMA adalah pada dasarnya bertujuan baik karena bercita-cita menyeimbangkan pendidikan umum dengan pendidikan agama islam. Hal ini tergambar dari jenis mata pelajaran yang ada di Madrasah Aliyah saat awal berdirinya hingga sekarang ini
2.             Perubahan Organisasi adalah suatu proses dimana organisasi tersebut berpindah dari keadaannya yang sekarang menuju ke masa depan yang diinginkan untuk meningkatkan efektifitas organisasinya. Tujuannya adalah untuk mencari cara baru atau memperbaiki dalam menggunakan resources dan capabilities dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan organisasi dalam menciptakan nilai dan meningkatkan hasil yang diinginkan kepada stakeholders.
3.             Tehnik untuk implementasi perubahan-perubahan berdasarkan pengalaman, penyebab serta solusinya :
a)      Penyebab gagalnya perubahan yaitu Sudah puas dengan kondisi sekarang, tak ada alasan lagi untuk berubah. Solusinya Menciptakan urgensi untuk berubah.
b)      Penyebab gagalnya perubahan yaitu Gagal membangun tim kerja yang solid. Perubahan memerlukan kepemimpinan.  Solusinya Membangun koalisi yang kokoh untuk mengawal perubahan.
c)      Penyebab gagalnya perubahan yaitu Meremehkan kekuatan visi dan tak ada usaha serius menjelaskan perlunya berubah.          Solusinya Mengembangkan visi dan strategi perubahan. Dan lain-lain...

4.             Menyarakat madani merupakan suatu ujud masyarakat yang memiliki kemandirian aktivitas dengan ciri: universalitas, supermasi, keabadian, pemerataan kekuatan, kebaikan dari dan untuk bersama, meraih kebajikan umum, piranti eksternal, bukan berinteraksi pada keuntungan, dan kesempatan yang sama dan merata kepada setiap warganya. ciri masyarakat ini merupakan masyarakat yang ideal dalam kehidupan. Untuk Pemerintah pada era reformasi ini, akan mengarakan semua potensi bangsa berupa pendidikan, ekonomi, politik, hukum, sosial budaya, militer, kerah masyarakat madani yang dicita-citakan.
5.             Konsep dasar pembaharuan pendidikan harus didasarkan pada asumsi-asumsi dasar tentang manusia meenurut aajaran Islam, filsafat dan teori pendidikan Islam yang dijabarkan dan dikembangkan berdasarkan asumsi-asumsi tentang manusia dan lingkungannya. Atau dengan kata lain pembaharuan pendidikan Islam adalah filsafat dan teori pendidikan Islam yang sesuai dengan ajaran Islam, dan untuk lingkungan ( sosial - kultural) yang dalam hal ini adalah masyarakat madani.
6.             Konsep dasar pendidikan Islam supaya relevan dengan kepentingan umat Islam dan relevan dengan disain masyarakat madani. Maka penerapan konsep dasar filsafat dan teori pendidikan harus memperhatikan konteks supra sistem bagi kepentingan komunitas "masyarakat madani" yang dicita-citakan bangsa ini.







DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman an-Bahlawi, Ushulut Tarbiyah Islamiyah wa Asalibiha fi Baiti wal Madrasati wal Mujtama', Dar al-Fikr al-Mu'asyir, Beiru-Libanon, Cet. II, 1983., Terj., Shihabuddin, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat, Gema Insani Press, 1995.

Ahmad D. Marimba, 1974, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, al-Ma'arif, Bandung, Cet.III,.

Anwar Jasin, 1985, Kerangka Dasar Pembaharuan Pendidikan Islam : Tinjauan Filosofis, Jakarta.

Conference Book, London, 1978.

Fathiyah Hasan Sulaiman, Bahts fi 'L-Madzhab al-Tarbawy 'Inda 'L-Ghazaly, Maktabah Nadhlah, Mesir, 1964., Terj., Ahmad Hakim dan M.Imam Aziz, Konsep Pendidikan al-Ghazali, P3M, Jakarta, Cet. I, 1986.

H.A.R. Tilar, 1998, Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional Dalam Perspektif Abad 21, Tera Indonesia, Magelang, Cet. I,.

Imam Barnadib, 1997, Filsafat Pendidikan Sistem & Metode, Penerbit Andi, Yogyakarta, Cet. Kesembilan,.

Komaruddin Hidayat, 1998, Masyarakat Agama dan Agenda Penegakan Masyarakat Madani, Makalah "Seminar Nasional dan Temu Alumni, Program Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Malang, Tanggal, 25-26 September.
Masykuri Abdillah, 1999, Islam dan Masyarakat Madani, Koran Harian Kompas, Sabtu, 27 Februari.

Mufid, 1998, Reformasi Hukum Menuju Masyarakat Madani, Makalah "Seminar Nasional dan Temu Alumni, Programa Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Malang", Tanggal, 25-26 September.

Muslim Usa (editor)1991, Pendidikan Islam di Indonesia antara Cita dan Fakta, Tiara Wacana, Yogyakarta, Cet. I,

M.Rusli Karim, 1991, Pendidikan Islam Sebagai Upaya Pembebasan Manusia, dalam Buku Pendidikan Islam di Indonesia antara Citra dan Fakta, Editor : Muslih Usa, Tiara Wacana, Yogya, Cet.Pertama.

Roihan Achwan, 1991, Prinsip-prinsip Pendidikan Islam Versi Mursi, dlm. Jurnal Ilmu Pendidikan Islam, Volume 1, IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Soroyo, 1991, Antisipasi Pendidikan Islam dan Perubahan Sosial Menjangkau Tahun 2000, dalam Buku : Pendidikan Islam di Indonesia antara Cita dan Fakta, Editor : Muslih Usa, Tiara Wacana, Yogya.

Syed Sajjad Husain dan Syed Ali Ashraf, 1986, Crisis Muslim Education., Terj. Rahmani Astuti, Krisis Pendidikan Islam, Risalah.

Thoha Hamim, 1999, Islam dan Masyarakat Madani (1) Ham, Pluralisme, dan Toleransi Beragama, Koran Harian "Jawa Pos", Kamis Kliwon, Tanggal, 11 Maret.

Zuhairini, dkk, 1995, Filsafat Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, Cet. II,