BAB. I.
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Pendidikan adalah usaha sadar mengembangkan seluruh
potensi individu, untuk mencapai tujuan tersebut, maka produktivitas institusional
perlu ditingkatkan. Madrasah Aliyah Islamiyah Rokan Baru Bertempat di Jalan Pelajar No.1
Rokan Baru, Bangko, Rokan Hilir, Riau. Madarasah Aliyah Islamiyah Rokan Baru adalah merupakan satu-satunya
sekolah yang bernuansa islam di rokan baru. Oleh karena itu perlu adanya sebuah
perubahan-perubahan yang sekiranya bermanfaat agar tetap bisa bertahan serta
dapat unggul dari yang lainnya, seperti perubhan pendidikan islami menuju
masyarakat madani dan berakhlak karimah.
Madarasah
Aliyah atau sering disebut sebagai Pendidikan Islam yaitu sistem pendidikan
yang dapat memberikan kemampuan akademik dan non-akademik kepada siswa/siswi
untuk memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita dan nilai-nilai Islam yang
telah menjiwai dan mewarnai kepribadiannya. Atau dengan kata lain Pendidikan
Islam merupakan pewaris dan perkembangan budaya manusia yang bersumber dan
berpedoman pada ajaran Islam sebagai yang termaktub dalam Al Qur’an dan
terjabar dalam Sunnah Rasul.
Pendidikan
Islam dalam rangka terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.
Dengan demikian ciri yang penggunaan ajaran Islam sebagai pedoman dalam proses
pewarisan dan pengembangan budaya ummat manusia atau masyarakat tersebut.
Dapat
dikatakan bahwa seseorang yang mendapatkan pendidikan Islam harus mampu hidup
dalam kedamaian dan kesejahteraan sebagaimana diharapkan oleh cita-cita
Islam, dengan kata lain ketika seseorang
yang menerima pendidikan Islam maka ia menjalankan kehidupannya sesuai dengan
koridor ajaran Islam, yaitu Al Qur’an dan Hadits. Dengan demikian pengertian
pendidikan Islam adalah suatau sistem pendidikan yang mencakup seluruh aspek
kehidupan yang diperlukan seorang hamba Allah, sebagaimana Islam telah menjadi
pedoman dalam seluruh aspek kehidupan manusia, baik yang bersifat duniawi dan
ukhrawi.
Akhir-akhir ini
sering muncul ungkapan dari sebahagian pejabat pemerintah, politisi,
cendekiawan, dan tokoh-tokoh masyarakat tentang masyarakat madani (sebagai
terjemahan dari kata civil society).
Tanpaknya, semua potensi bangsa Indonesia dipersiapkan dan diberdayakan untuk
menuju masyarakat madani yang merupakan cita-cita dari bangsa ini. Masyarakat
madani diprediski sebagai masyarakat yang berkembang sesuai dengan potensi budaya,
adat istiadat, dan agama.
Demikian pula
bahwa bangsa Indonesia pada era menuju globalisasi ini diarahkan untuk menuju
masyarakat madani, untuk itu kehidupan manusia Indonesia akan mengalami
perubahan yang fundamental yang tentu akan berbeda dengan kehidupan masayakat
pada era orde baru. Kenapa bisa demikian...?? karena dalam masyarakat madani
yang dicita-citakan, dikatakan akan memungkinkan "terwujudnya kemandirian
masyarakat, terwujudnya nilai-nilai tertentu dalam kehidupan masyarakat,
terutama keadilan, persamaan, kebebasan dan kemajemukan (pluraliseme)" , serta taqwa, jujur, dan taat hukum.
Konsep
masyarakat madani merupakan tuntutan baru yang memerlukan berbagai torobosan di
dalam pola berpikir, penyusunan konsep, serta tindakan-tindakan. Dengan kata
lain, dalam menghadapi perubahan masyarakat dan zaman, “diperlukan suatu
paradigma baru di dalam menghadapi tuntutan-tuntutan yang baru. Karena apabila
tantangan-tantangan baru tersebut dihadapi dengan menggunakan paradigma lama,
maka segala usaha yang dijalankan akan memenuhi kegagalan" dan akan
sisa-sia.
Terobosan
pemikiran kembali kepada sebuah konsep dasar tentang pembaharuan pendidikan
Islam menuju masyarakat madani sangat diperlukan, hal ini dikarenakan
"pendidikan sarana terbaik yang didisain untuk menciptakan suatu generasi
baru pemuda-pemudi yang tidak akan kehilangan ikatan dengan tradisi mereka
sendiri tapi juga sekaligus tidak menjadi bodoh secara intelektual atau
terbelakang dalam pendidikan mereka atau tidak menyadari adanya
perkembangan-perkembangan disetiap cabang pengetahuan manusia. Berdasarkan masalah
di atas, yang perlu dicermati dalam pembahasan ini adalah bagaimanakah
pendidikan Islam didisain menuju masyarakat madani Indonesia yang taat kuhum
serta berbudi pekerti baik.
Istilah
masyarakat Madani sebenarnya telah lama hadir di bumi, walaupun dalam wacana
akademi di Indonesia belakangan mulai tersosialisasi. "Dalam bahasa
Inggris ia lebih dikenal dengan sebutan Civil
Society". Sebab, "masyarakat Madani", sebagai terjemahan
kata civil society atau al-muftama'
al-madani. ....Istilah civil society
pertama kali dikemukakan oleh Cicero dalam filsafat politiknya dengan istilah societies civilis, namun istilah ini
mengalami perkembangan pengertian.
Para ahli
Filsafat Pendidikan, menyatakan bahwa dalam merumuskan pengertian pendidikan
sebenarnya sangat tergantung kepada pandangan terhadap manusia; hakikat,
sifat-sifat atau karakteristik dan tujuan hidup manusia itu sendiri. Perumusan
pendidikan bergantung kepada pandangan hidupnya, "apakah manusia dilihat
sebagai kesatuan badan dan jasmani; badan, jiwa dan roh, atau jasmani dan
rohani? Apakah manusia pada hakekatnya dianggap memiliki kemampuan bawaan (innate) yang menentukan perkembangannya
dalam lingkungannya, atau lingkungannyalah yang menentukan (domain) dalam perkembangan manusia?
Bagimanakah kedudukan individu dalam masyarakat? Apakah tujuan hidup manusia?
Apakah manusia dianggap hanya hidup sekali di dunia ini, ataukah hidup lagi di
hari kemudian [akhirat]? Demikian beberapa pertanyaan filosofis" yang
diajukan.
Pertanyaan-pertanyaan
tersebut di atas, memerlukan jawaban yang menentukan pandangan terhadap hakekat
dan tujuan pendidikan, dan dari sini juga sebagai pangkal perbedaan rumusan
pendidikan atau timbulnya aliran-aliran pendidikan seperti; pendidikan Islam,
Dengan demikian, terdapat keaneka-ragaman pendangan tentang pendidikan. Akan tetapi,
"dalam keanekaragaman pandangan tentang pendidikan terdapat titik-titik
persamaan tentang pengertian pendidikan, yaitu pendidikan dilihat sebagai suatu
proses; karena dengan proses itu seseorang (dewasa) secara sengaja mengarahkan
pertumbuhan atau perkembangan seseorang (yang belum dewasa). Proses adalah
kegiatan mengarahkan perkembangan seseorang sesuai dengan nilai-nilai yang
merupakan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas. Maka, dengan
pengertian atau definisi itu, kegiatan atau proses pendidikan hanya berlaku
pada manusia tidak pada hewan" (Anwar Jasin, 1985:2).
Dari uraian di
atas, timbul pertanyaan apakah Pendidikan Islam itu? Pendidikan Islam adalah
suatu pendidikan yang melatih perasaan murid-murid dengan cara begitu rupa
sehingga dalam sikap hidup, tindakan, keputusan, dan pendekatan mereka terhadap
segala jenis pengetahuan, mereka dipengaruhi sekali oleh nilai spritual dan
sangat sadar akan nilai etis Islam (Syed Sajjad Husain dan Syed Ali Ashraf,
1986:2)], atau menurut Abdurrahman an-Nahlawi, "pendidikan Islam
mengantarkan manusia pada perilaku dan perbuatan manusia yang berpedoman pada syariat
Allah (Abdurrahman an-Nahlawi, 1995:26).
Dari pandangan
ini, dapat dikatakan bahwa pendidikan Islam bukan sekedar "transfer of knowledge" ataupun
"transfer of training",
....tetapi lebih merupakan suatu sistem yang ditata di atas pondasi “keimanan”
dan “kesalehan”, yaitu suatu sistem yang terkait secara langsung dengan Tuhan
(Roihan Achwan, 1991:50). Dengan demikian, dapat dikatakan pendidikan Islam
suatu kegiatan yang mengarahkan dengan sengaja perkembangan seseorang sesuai
atau sejalan dengan nilai-nilai Islam. Maka sosok pendidikan Islam dapat
digambarkan sebagai suatu sistem yang membawa manusia kearah kebahagian dunia
dan akhirat melalui ilmu dan ibadah. Karena pendidikan Islam membawa manusia
untuk kebahagian dunia dan akhirat, maka yang harus diperhatikan adalah
"nilai-nilai Islam tentang manusia; hakekat dan sifat-sifatnya, misi dan
tujuan hidupnya di dunia ini dan akhirat nanti, hak dan kewajibannya sebagai
individu dan anggota masyarakat. Semua ini dapat kita jumpai dalam al-Qur'an
dan Hadits (Anwar Jasin, 1985:2).
Jadi, dapat
dikatakan bahwa "konsepsi pendidikan model Islam, tidak hanya melihat
pendidikan itu sebagai upaya "mencerdaskan" semata (pendidikan
intelek, kecerdasan), melainkan sejalan dengan konsep Islam tentang manusia dan
hakekat eksistensinya. ...Maka,..pendidikan Islam sebagai suatu pranata sosial,
juga sangat terkait dengan pandangan Islam tentang hakekat keberadaan
[eksistensi] manusia. Oleh karena itu, pendidikan Islam juga berupaya untuk
menumbuhkan pemahaman dan kesadaran bahwa manusia itu sama di depan Allah dan
perbedaanya adalah terletak pada kadar ketaqwaan masing-masing manusia, sebagai
bentuk perbedaan secara kualitatif" (M.Rusli Karim, 1991:29-32).
Pendidikan
berupaya untuk menumbuhkan pemahaman dan kesadaran pada manusia, maka sangat
urgen sekali untuk memperhatikan konsep atau pandangan Islam tentang manusia
sebagai makhluk yang diproses kearah kebahagian dunia dan akhirat, maka
pandangan Islam tentang manusia antara lain: Pertama, konsep Islam tentang
manusia, khsusunya anak, sebagai subyek didik, yaitu sesuai dengan Hadits
Rasulullah, bahwa “anak manusia” dilahirkan dalam fitrah atau dengan
"potensi" tertentu.
Lembaga-lembaga pendidikan Islam mengambil secara utuh semua kurikulum
[non-agama] dari kurikulum sekolah umum, kemudian tetap mempertahankan sejumlah
program pendidikan agama, sehingga banyak bahan pelajaran yang tidak dapat
dicerna oleh peserta didik secara baik, sehingga produknya (hasilnya) serba
setengah-tengah atau tanggung baik pada ilmu-ilmu umum maupun pada ilmu-ilmu
agama. Untuk itu, lembaga-lembaga pendidikan Islam sebenarnya mulai memikirkan
kembali disain program pendidikan untuk menuju masyarakat madani, dengan
memperhatikan relevansinya dengan bentuk atau kondisi serta ciri masyarakat
madani. Maka untuk menuju "masyarakat madani", lembaga-lembaga
pendidikan Islam harus memilih satu di antara dua fungsi yaitu apakah mendisain
model pendidikan umum Islami yang handal, unggul dan mampu bersaing secara
kompotetif dengan lembaga pendidikan umum atau mengkhususkan pada disain
pendidikan keagamaan yang handal, unggul dan mampu bersaing secara kompotetif,
misalnya mempersiapkan ulama-ulama dan mujtahid-mujtahid yang berkaliber
nasional dan dunia.
Sebelum membahas
tentang Perubahan Organisasi Pendidikan, maka perlu mengerti tentang apa Perubahan Organisasi adalah suatu proses dimana
organisasi tersebut berpindah dari keadaannya yang sekarang menuju ke masa
depan yang diinginkan untuk meningkatkan efektifitas organisasinya. Tujuannya
adalah untuk mencari cara baru atau memperbaiki dalam menggunakan resources dan
capabilities dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan organisasi dalam
menciptakan nilai dan meningkatkan hasil yang diinginkan kepada stakeholders.
Sumber daya
manusia merupakan aset penting dalam suatu organisasi. Pada akhirnya, suatu
organisasi mengkhususkan kompetensi berdasarkan pada keahlian dan kemampuan
dari pegawainya. Karena keahlian dan kemampuan ini memberikan organisasi
keuntungan dalam berkompetisi, organisasi harus terus menerus mengawasi strukturnya
untuk mencari cara yang paling efektif dalam memotivasi dan mengorganisir
sumber daya manusia untuk memperoleh dan menggunakan keahlian mereka.
Suatu organisasi pendidikan islam dapat
meningkatkan nilai-nilai (value)
dengan merubah struktur, budaya dan teknologi serta pembaharuan pendidikan islam
menuju masyarakat madani.
B.
MANDAT MADARASAH ALIYAH -ISLAMIYAH ROKAN BARU
Sebagai sebuah lembaga pendidikan Islam di bawah Departemen Agama,
Madrasah Aliyah Islamiyah Rokan Baru mendapat mandat yaitu :
1.
Mengemban
amanah sebagai sekolah khusus yang berciri khas Islam.
2.
Mengemban
amanah sebagai madrasah islam yang
unggul.
3.
Mengemban
amanah sebagai madrasah yang mengembangkan kemampuan akademik,nonakademik,dan
akhlaq karimah kepada para siswa-siswinya.
C.
NILAI KEUNGGULAN
MADARASAH ALIYAH -ISLAMIYAH ROKAN BARU
Dalam melaksanakan kegiatannya, Madrasah Aliyah Islamiyah Rokan Baru wajib
menjunjung tinggi dan mengamalkan nilai-nilai (value) berikut ini :
1.
Keimanan dan ketaqwaan
Meyakini dalam hati, diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan perbuatan
sehari-hari.
2.
Kebenaran
Menentukan segala sesuatu yang benar atau salah.
3.
Kebaikan
Tidak merugikan orang lain, serta dapat mengaplikasikannya dalam
kehidupan sehari-hari.
4.
Kecerdasan
Kemampuan akademik dan non akademik setiap individu (siswa-siswi untuk
memperoleh pengetahuan.
5.
Kebersamaan
Prinsip kegotong-royongan antar sesama, peduli terhadap lingkungan
disekitarnya.
6.
Keindahan
Prinsip keindahan untuk sesama.
D.
VISI MADRASAH ALIYAH
ISLAMIYAH ROKAN BARU
Terwujudnya madrasah berbasis islam
sebagai pusat keunggulan dan rujukan dalam kualitas akademik dan non akademik
serta akhlaq karimah.
E.
MISI MADRASAH ALIYAH ISLAMIYAH ROKAN BARU
1.
Membangun budaya
madrasah yang membelajarkan dan mendorong semangat keunggulan.
2.
Mengembangkan SDM
madrasah yang kompeten.
3.
Menyelenggarakan
pendidikan yang menghasilkan lulusan berkualitas akademik dan nonakademik serta
berakhlaq karimah.
4.
Mengembangkan sistem
dan manajemen madrasah yang berbasis penjaminan mutu.
5.
Menciptakan dan
memelihara lingkungan yang sehat, kondusif, dan harmonis.
6.
Mewujudkan Madrasah
yang memenuhi standar nasional pendidikan indonesia.
7.
Tanggap terhadap
perubahan.
F.
TUJUAN MADRASAH ALIYAH ISLAMIYAH ROKAN BARU
1.
Terwujudnya lulusan yang
berkualitas akademik dan non-akademik serta berakhlaq karimah.
2.
Terbangun budaya
madrasah islam, membelajarkan dalam satu visi
3.
Terwujudnya SDM
madrasah islam yang memiliki kompetensi utuh.
4.
Terlaksana tatakelola pendidikan
berbasis sistem penjaminan mutu.
5.
Tercipta dan
terpelihara lingkungan madrasah yang sehat, kondusif, dan harmonis.
6.
Tercapai standar
nasional pendidikan indonesia.
G.
PERMASALAHAN
Secara garis
Besar kita bisa meyakini bahwa niat pendirian Madrasah Aliyah adalah sebagai
Sekolah setingkat SMA adalah pada dasarnya bertujuan baik karena bercita-cita
menyeimbangkan pendidikan umum dengan pendidikan agama islam. Hal ini tergambar
dari jenis mata pelajaran yang ada di Madrasah Aliyah saat awal berdirinya
hingga sekarang ini.
Namun jika
disimak dari sudut keseimbangan beban belajar dengan batas kemampuan otak
remaja yang menjadi siswanya akan menimbulkan keraguan terhadap kemungkinan
akan tercapainya tujuan pendidikan di Madrasah Aliyah itu sendiri. Bayangkan
sejumlah Mata Pelajaran yang ada di SMA seluruhnya diberikan di Madarasah
Aliyah selanjutnya disingkat dengan MA ditambah Mata Pelajaran Agama yang
persentasenya juga sama baik dari segi jumlah. jenis dan bobot mata
pelajarannya. Bisa pula dibayangkan bagaimana beratnya beban belajar yang
dipikul oleh siswa-siswi SMA saat ini dan bagaimana pula lebih beratnya lagi
adalah beban belajar siswa-siswi MA yang dua kali lipat itu.
Sudah menjadi
rahasia bersama (rahasia umum) jika dari sejumlah mata pelajaran yang ada di
SMA saat ini hanya beberapa saja yang dapat dikuasai siswa, lalu bagaimana
dengan siswa MA ?. Artinya bisa diyakini siswa-siswi MA akan dihadapkan pada
dilema menentukan sikap dengan pilihan yang sulit yakni : menguasai mata
pelajaran umum atau mata pelajaran agama sehingga jadilah siswa-siswa MA
tersebut menjadi tiga kelompok yaitu : yang menguasai mata pelajaran agama,
menguasai mata pelajaran umum atau tidak menguasai kedua-duanya. Selama
bertahun-tahun saya mendidik siswa-siswi di Madrasah Aliyah Islamiyah Rokan
Baru hal inilah yang saya lihat sekaligus memiriskan pemikiran terhadap nasib
anak-anak tersebut ketika dihadapkan dengan perkembangan tuntutan jaman yang
semakin mengarah pada soal-soal profesionalisme, tanggap terhadap perubahan
jaman, serta dapat menguasai Teknologi yang ada.
BAB. II.
PEMBAHASAN
1.1. Perubahan Organisasi
Perubahan Organisasi adalah suatu proses
dimana organisasi tersebut berpindah dari keadaannya yang sekarang menuju ke
masa depan yang diinginkan untuk meningkatkan efektifitas organisasinya.
Tujuannya adalah untuk mencari cara baru atau memperbaiki dalam menggunakan resources
dan capabilities dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan
organisasi dalam menciptakan nilai dan meningkatkan hasil yang diinginkan
kepada stakeholders.
Menurut Desplaces (2005) perubahan yang
terjadi dalam organisasi seringkali membawa dampak ikutan yang selalu tidak
menguntungkan. Bahkan menurut Abrahamson (2000), perubahan itu akan menimbulkan
kejadian yang “dramatis” yang harus dihadapi oleh semua warga organisasi.
Desplaces (2005) mengutip kajian yang
dilakukan Poras dan Robertson's (1992) menyatakan bahwa kebijakan perubahan
yang dilakukan oleh organisasi hanya memberikan manfaat positif bagi organisasi
sebesar 38%. Meskipun perubahan organisasi tidak langsung memberikan manfaat
yang besar bagi kemajuan organisasi, namun beberapa praktisi tetap meyakini
tentang pentingnya suatu organisasi untuk melakukan perubahan.
1.2.
Target Perubahan
v
Sumber daya manusia
Sumber daya manusia merupakan aset penting dalam suatu organisasi.
Pada akhirnya, suatu organisasi mengkhususkan kompetensi berdasarkan pada keahlian
dan kemampuan dari pegawainya. Karena keahlian dan kemampuan ini memberikan
organisasi keuntungan dalam berkompetisi, organisasi harus terus menerus
mengawasi strukturnya untuk mencari cara yang paling efektif dalam memotivasi
dan mengorganisir sumber daya manusia yang ada guna untuk memperoleh dan menggunakan
keahlian mereka sesuai dengan cita-cita organisasi dimasa yang akan datang.
v
Sumber Daya Fungsional
Suatu organisasi dapat meningkatkan nilai dengan merubah struktur,
budaya dan teknologi. Perubahan dari fungsional ke sebuah produk (kualitas
akademik dan non akademik). Perubahan di dalam struktur fungsional dapat membantu
menyediakan suatu pengaturan di mana orang-orang termotivasi untuk melaksanakan
perubahan-perubahan tersebut.
v
Kemampuan Teknologi
Kemampuan teknologi memberi sebuah organisasi pendidikan suatu
kapasitas yang besar untuk merubah dengan sendirinya dengan tujuan memanfaatkan
peluang perubahan yang ada. Pada tingkat organisasi pendidikan, sebuah
organisasi harus menyediakan konteks yang memungkinkan untuk menerjemahkan
kompetensi teknologinya menjadi nilai (value)
bagi para stakeholder, pemerintah
serta lingkungan masyarakat disekitarnya.
v
Kemampuan Organisasi
Melalui struktur organisasi dan budaya, sebuah organisasi dapat memanfaatkan
sumber daya manusia dan fungsional untuk memanfaatkan peluang teknologi yang
ada. Perubahan organisasi sering kali melibatkan hubungan antara manusia dan
fungsi-fungsi untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam menciptakan nilai-nilai
suatu organisasi tersebut.
1.3. Tuntutan untuk Perubahan Organisasi
Pada era globalisasi seperti sekarang
ini, organisasi pendidikan dituntut untuk selalu dapat berubah mengikuti
perkembangan jaman yang semakin canggih, serta secara terus-menerus selalu berubah-ubah
secara konstan, dan suatu organisasi harus menyesuaikan dengan segala perubahan
untuk dapat bertahan hingga pada akhirnya dapat unggul dari yang lainnya.
v
Kekuatan Persaingan (Competitive Forces)
Setiap organisasi berusaha keras untuk mencapai keuggulan dari pesaingnya
(kompetitor). Persaingan menjadi pemicu untuk melakukan perubahan dikarenakan apabila
organisasi tersebut tidak dapat melebihi pesaingnya dalam efisiensi, kualitas
atau kemampuan untuk melakukan inovasi pada kualitas pendidikan maka akan
tertinggal jauh dari pesaingnya, serta organisasi tersebut tidak akan bertahan
lama.
Ekonomi, politik, dan kekuatan global secara terus menerus mempengaruhi
organisasi dan memaksa mereka untuk bagaimana dan di mana harus menghasilkan kualitas
pendidikan yang lebih baik lagi. Perserikatan ekonomi dan politik antar negara
menjadi suatu kekuatan yang penting untuk perubahan. Tidak ada suatu organisasi
yang mampu mengabaikan dampak dari ekonomi global dan kekuatan politik terhadap
aktivitasnya, oleh karenanya organisasi pendidikan harus tetap mampu melakukan
perubahan-perubahan agar nantinya dapat bersaing serta unggul dari yang
lainnya.
v
Kekuatan Demografi dan Sosial (Demography and Social Forces)
Perubahan dalam komposisi dari kekuatan pendidik dan terus meningkatnya
keaneka ragaman pegwai guru, hal ini mengenalkan pada organisasi banyaknya peluang
dan tantangan. Perubahan dalam karakteristik demografis dari kekuatan pekerja
(guru) memaksa para kepala sekolah (manajer) untuk merubah dengan cara-cara
atau gaya-gaya mereka dalam mengatur karyawan dan belajar bagaimana cara
memahami, mengawasi dan memotivasi dengan setiap anggota yang berbeda secara
efektif. Banyak organisasi yang membantu para pekerja mereka untuk memahami
akan adanya perubahan teknologi yang terus berkembang dengan menyediakan
dukungan dalam mengedepankan pelatihan dan pendidikan yang sesuai dengan arah
perkembangan jaman.
v
Kekuatan Etika (Ethical Forces)
Sama pentingnya bagi suatu organisasi dalam mengambil tindakan
untuk berubah sebagai tanggapan atas tuntutan dalam perubahan demografis dan
sosial untuk kearah perilaku perusahaan yang lebih jujur dan bertanggung jawab.
Banyak organisasi membutuhkan perubahan untuk mengijinkan para kepala sekolah (manajer)
dan para pekerja di semua tingkatan untuk melaporkan perilaku yang tidak
pantas, sehingga suatu organisasi dapat dengan segera menyingkirkan perilaku
seperti itu dan melindungi kepentingan umum bagi para siswa-siswi dan lingkungan
masyarakat disekitarnya.
1.4. Strategi untuk Pelaksanaan Perubahan
Implementasi bagian yang terpenting dari
proses perubahan, dan juga merupakan hal yang sulit untuk dilakukan. Perubahan
seringkali dirasakan menggangu dan tidak nyaman untuk para level kepala sekolah
(manajer) begitu juga dengan para karyawan (pendidik). Perubahan merupakan hal
yang kompleks dan implementasinya dibutuhkan kepemimpinan yang kuat dan gigih
serta berani mengambil resiko dalam setiap langkah perubahan-perubahan yang
diambilnya demi menuju organisasi yang bisa bertahan dan mampu bersaing dari
pesaingnya.
1.5. Kepemimpinan untuk Perubahan
Kebutuhan akan perubahan dalam
organisasi dan perlunya pemimpin yang dapat berhasil mengelola perubahan dan
secara terus-menerus dapat tumbuh. Salah satu gaya kepemimpinan kepala sekolah,
disebut transformational leadership, khususnya sangat sesuai untuk
membawa perubahan. Pemimpin yang menggunakan gaya kepemimpinan transformational
meningkatkan inovasi organisasi secara langsung, dengan menciptakan visi,
dan secara tidak langsung, menciptakan lingkungan yang mendukung eksplorasi,
eksperimen, berani mengambil resiko, dan berbagi ide-de kreatif yang mendukung
terjadinya perubahan menuju organisasi yang unggul dan tentunya mampu bertahan
ke depan.
Keberhasilan perubahan hanya dapat
terjadi bila seorang pemimpin (kepala sekolah) dan para karyawan bersedia mencurahkan waktu dan energi
yang diperlukan untuk mencapai misi, misi serta tujuan yang telah ditetapkan
oleh organisasi, serta bertahan terhadap kemungkinan akan stres dan kesulitan.
Pemimpin juga membangun komitmen organisasi dengan merangkul karyawan melalui
tiga tahapan proses komitmen perubahan. :
5.1. Pada tahap pertama, persiapan, setiap pegawai mendengar mengenai perubahan melalui memo, rapat,
atau pidato dan menjadi sadar akan perubahan tersebut dan hasil yang positif
dari perubahan.
5.2. Pada tahap kedua, penerimaan, pemimpin (kepala sekolah)
dituntut harus membantu para pegawai dalam mengembangkan pemahaman terhadap
dampak menyeluruh dari perubahan dan hasil yang positif dari perubahan. Ketika pegawai
menerima perubahan secara positif, maka keputusan untuk melakukan implementasi
dibuat.
5.3. Pada tahap ketiga, yaitu tahap komitmen melibatkan langkah-langkah
instalasi dan institusionalisasi. Instalasi adalah proses percobaan untuk
perubahan, dimana memberikan kesempatan pada pemimpin untuk mendiskusikan
masalah dan keprihatinan karyawan dan membangun komitmen untuk bertindak. Pada
langkahterakhir, institusionalisasi, karyawan tidak memandang perubahan sebagai
sesuatu yang baru melainkan sebagai hal yang normal dan bagian integral dari
kegiatan operasi organisasi.
Gambar 2.1 Tahapan Komitmen untuk Berubah
Sumber: Understanding The Theory and Design of Organization (Daft,
2007)
1.6. Hambatan untuk Perubahan
Adalah hal yang wajar apabila
orang-orang melakukan perlawanan terhadap perubahan. Namun, resistansi untuk
berubah melambatkan efektivitas organisasi dan mengurangi kesempatan untuk
bertahan. Resistansi untuk berubah dapat ditemukan di organisasi, kelompok, dan
tingkatan individu.
1.6.1. Resistansi untuk Berubah Tingkat Organisasi Pendidikan Madrasah Aliyah
Islamiyah Rokan Baru
Ø
Konflik dan Kekuasaan
Perubahan pada umumnya bermanfaat bagi sebagian orang, fungsi,
atau divisi. Ketika perubahan menyebabkan konflik organisasi dan persaingan kekuasaan,
suatu organisasi seringkali menghindari adanya perubahan tersebut. Konflik
antara kedua fungsi akan menghambat proses perubahan dan mencegah adanya
perubahan itu sendiri, oleh sebab itu jika akan melakukan perubahan hendaknya
dilihat dahulu kemungkinan konflik dan kemungkinan keukuasaan yang mungkin akan
muncul jika terjadi sebuah perubahan-perubahan organisasi. Maka dari itu kita
harus jeli dan cermat kapan waktunya akan melakukan perubahan agar tidak
terjadi konflik dan tidak terjadi kekuasaan. Jika konflik dan kuasaan ini dapat
teratasi maka akan terjadilah sebuah perubahan-perubahan yang berarti, serta
bermanfaat bagi suatu organisasi tersebut.
Ø
Perbedaan dalam Fungsional Orientasi
Perbedaan dalam orientasi fungsional adalah halangan utama yang
lain untuk berubah dan salah satu sumber akan kelesuan organisasi. Perbedaan fungsi
dan divisi seringkali dipandang sebagai sumber masalah yang berbeda pula, sebab
mereka melihat masalah utama penyebabnya dari sudut pandang mereka sendiri.
Oleh karena itu, kita harus tepat dalam melakukan perubahan dan yang tidak
kalah penting adalah menyamakan persepsi dalam struktur yang ada, dengan
demikian akan terjadi sebuah perubahan-perubahan menuju sebuah organisasi yang
tanggap akan perubahan baik dari luar maupun dari dalam oprganisasi itu sendiri.
Ø
Budaya Organisasi
Nilai-nilai (value) dan
norma-norma di dalam budaya organisasi dapat menjadi sumber resistansi untuk
berubah. Jika perubahan organisasi mengganggu nilai dan norma-norma yang
dibenarkan dan memaksa orang-orang untuk merubah apa yang mereka lakukan dan
bagaimana mereka melakukan itu, budaya organisasi akan menyebabkan resistansi
untuk berubah. Kadang-kadang, nilai dan strategi baru perlu untuk diadopsi,
para kepala sekolah (manajer) tidak dapat merubahnya sebab mereka sudah terikat
dengan cara yang biasa mereka lakukan. Oleh karena itu madrasah aliyah
islamiyah rokan baru sangat memerlukan pemimpin transformasional yang tanggap
akan perkembangan jaman, serta mampu melihat arah kedapan agar lebih baik lagi.
1.6.2. Resistansi untuk Berubah Tingkat Grup
Pekerjaan dalam suatu organisasi banyak
dilakukan oleh kelompok, dan beberapa karakteristik dari kelompok tersebut
dapat menimbulkan resistensi untuk berubah. Seringkali, perubahan mengubah
hubungan antara tugas dan peranan di dalam suatu kelompok: ketika hal tersebut
terjadi dapat mengganggu norma-norma dalam kelompok dan harapan dari setiap
anggota kelompok satu sama lain.
Hasilnya, anggota kelompok tersebut
menentang adanya perubahan karena aturan norma-norma yang baru dikembangkan
untuk memenuhi kebutuhan dari situasi yang baru pula, oleh karena itu seorang
pemimpin harus mampu memahami hal-hal kelompok yang mungkin akan resisten,
ketegasan seorang pemimpin dalam hal ini sangat diperlukan demi tercapainya
sebuah perubahan.
1.6.3. Resistansi
untuk Berubah Tingkat Individu
Ada beberapa alasan mengapa di tingkat
individu di dalam suatu organisasi mungkin akan cenderung untuk menentang
perubahan (resisten).
Pertama, orang-orang (individu) cenderung
menentang (resisten) terhadap suatu perubahan dikarenakan mereka merasa tidak
aman dan tidak pasti terhadap hasil yang akan diperoleh nantinya. Lebih dari
itu, ada kecenderungan umum bahwa orang-orang (individu) akan selektif menerima
informasi yang hanya konsisten sesuai dengan pandangan mereka mengenai organisasinya.
Kedua adalah tentang kebiasaan, adalah
suatu halangan lebih lanjut untuk perubahan. Sulitnya mengubah kebiasaan yang
tidak baik dan mengadopsi gaya perilaku baru menandai bagaimana kebiasaan
menjadi sumber resistansi dalam perubahan.
Berikut adalah beberapa bentuk perubahan
perilaku di tingkat individu anatar lain :
1.
Perubahan Alamiah ( Natural
Change )
Perilaku manusia selalu berubah. Sebagian perubahan itu disebabkan
karena kejadian alamiah. Contoh : perubahan perilaku yang disebabkan karena
usia seseorang.
2.
Perubahan terencana ( Planned
Change )
Perubahan perilaku ini terjadi karena memang direncanakan sendiri
oleh subjek.contoh : perubahan perilaku
seseorang karena tujuan tertentu atau ingin mendapatkan sesuatu yang bernilai
baginya.
3.
Kesediaan untuk berubah ( Readdiness
to Change )
Apabila terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan di
dalam organisasi, maka yang sering terjadi adalah sebagian orang sangat cepat
untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut, dan ada sebagian orang lagi sangat lambat untuk
menerima inovasi atau perubahan tersebut.
Contoh : perubahan teknologi pada suatu lembaga organisasi, misal
dari mesin ketik manual ke mesin komputer, biasanya orang yang usianya tua
sulit untuk menerima perubahan pemakaian teknologi tersebut.
Seorang pemimpin (kepala sekolah) harus
mampu mengendalikan setiap individu-individu tersebut agar mau dan melaksanakan
perubahan tersebut, salah satunya adalah dengan cara memotivasi setia individu,
memberikan cermah-ceramah serta pengertian tentang arti sebuah
perubahan-perubahan yang akan dilakukan oleh organisasi, pemahaman-pemahan
tersebut sangat diperlukan oleh setiap individu agar tidak lagi resisten
terhadap perubahan.
1.7. Teknik Untuk Implementasi
Pemimpin harus dapat serta mampu mengartikulasi
visi dan membuat strategi, baik kepala sekolah (manajer) dan pegawai (guru dan
staff) di seluruh organisasi pendidikan harus terlibat dalam proses perubahan.
Beberapa teknik dapat digunakan untuk mensukseskan implementasi perubahan.
Salah-satunya adalah dengan 8 (delapan) langkah-langkah atau kerangka (model)
berdasarkan pengalaman dalam melakukan perubahan skala besar (John Kotter,
Leading Change).
NO
|
PENYEBAB KEGAGALAN
|
SOLUSI
|
1.
|
Sudah puas
dengan kondisi sekarang, tak ada alasan lagi untuk berubah.
|
Menciptakan
urgensi untuk berubah.
|
2.
|
Gagal
membangun tim kerja yang solid. Perubahan memerlukan kepemimpinan.
|
Membangun
koalisi yang kokoh untuk mengawal perubahan.
|
3.
|
Meremehkan
kekuatan visi dan tak ada usaha serius menjelaskan perlunya berubah.
|
Mengembangkan
visi dan strategi perubahan.
|
4.
|
Kurang
mengkomunikasikan visi. Komunikasi harus menyentuh hati dan pikiran.
|
Mengkomunikasikan
visi perubahan.
|
5.
|
Membiarkan
hambatan mengganggu visi.
|
Memberdayakan
langkah tindak-lanjut yang pokok (utama).
|
6.
|
Gagal
menciptakan manfaat langsung.
|
Menciptakan
quick wins.
|
7.
|
Terlalu
cepat merayakan keberhasilan.
|
Konsolidasi
manfaat perubahan.
|
8.
|
Tidak
membudayakan perubahan sebagai bagian dari budaya organisasi.
|
Memantapkan
perubahan sebagai bagian dari budaya.
|
Berikut adalah penjelasan tentang memahami
prinsip-prinsip dalam menciptakan perubahan yang berarti di dalam sebuah
organisasi :
1.7.1. Membangun Rasa Urgensi
Setelah pemimpin mengidentifikasi kebutuhan akan perubahan, mereka
perlu mencegah adanya resistansi dengan menciptakan rasa urgensi yang sangat
dibutuhkan dalam perubahan. Krisis yang dihadapi organisasi dapat mengubah
perilaku karyawan saat ini dan membuat mereka bersedia menyediakan waktu dan
energinya untuk mengadopsi teknik atau prosedur baru.
1.7.2. Menciptakan Tim Pemandu
Dengan adanya situasi mendesak, para agen perubahan yang sukses
lalu membentuk tim pemandu (guiding team). Tim yang memiliki
kredibilitas, keahlian, koneksi, reputasi, dan wewenang formal yang dibutuhkan
dalam sebuah kepemimpinan perubahan. Tim ini belajar beroperasi sebagaimana tim-tim
bagus lainnya, dengan saling mempercayai dan memiliki komitmen emosional.
Mereka yang kurang berhasil biasanya hanya mengandalkan satu orang
bahkan tidak seorang pun, mengandalkan unit kerja dan kepanitiaan yang lemah,
atau struktur birokrasi yang rumit. Semuanya tanpa wewenang, keahlian, ataupun
kemampuan untuk melakukan tugas mereka. Lalu usaha perubahan terganggu oleh
unit kerja yang tidak memiliki persyaratan untuk melakukan perubahan yang dibutuhkan.
1.7.3. Merumuskan Visi dan Strategi
Pemimpin yang telah berhasil membawa mereka melalui suksesnya transformasi,
mempunyai satu hal kesamaan: mereka fokus pada memformulasikan dan
mengartikulasi visi dan strategi yang menarik yang akan memandu proses
perubahan. Bahkan untuk perubahan yang kecil, sebuah visi yang mengarahkan ke
masa depan lebih baik dan strategi yang diperlukan
untuk mencapainya adalah motivasi terpenting dalam perubahan.
1.7.4. Mengkomunikasikan Visi Perubahan
Mengkomunikasikan visi dan strategi adalah langkah selanjutnya,
amat sederhana, pesan menyentuh yang dikirimkan melalui saluran-saluran komunikasi
yang tidak buntu. Tujuannya adalah untuk menimbulkan pemahaman, mendorong
komitmen berani, dan memompa energi yang lebih banyak dari sekelompok orang.
1.7.5. Memberdayakan Tindakan Menyeluruh
Dalam proses perubahan yang berhasil, apabila orang-orang mulai memahami
dan menindaklanjuti visi perubahan yang diajukan, tugas manajer adalah
menyingkirkan rintangan yang menghalangi usaha mereka. Kata pemberdayaan hampir
selalu diasosiasikan dengan beban-beban tambahan yang begitu banyak, sehingga
mungkin kita tergoda untuk mengkesampingkannya. Dalam menggunakan istilah ini,
pemberdayaan bukanlah mengenai memberikan orang-orang wewenang dan tanggung jawab
baru, lalu kita menonton saja. Yang dimaksud di sini adalah menyingkirkan
penghalang.
1.7.6. Menghasilkan Kemenangan Jangka Pendek
Mereka yang bekerja dengan orang-orang berdasarkan ketetapan visi
akan terbantu meraih kemenangan jangka pendek. Kemenangan-kemenangan ini sangatlah
penting. Mereka akan memberikan kredibiltas, sumber daya, dan momentum yang
berguna untuk usaha perubahan secara menyeluruh.
Tanpa proses yang tidak diatur dengan baik, tanpa pemilihan proyek
awal yang kurang hati-hati, dan tanpa kesuksesan yang datang cukup cepat, mereka
yang sinis dan skeptis akan melemahkan usaha perubahan yang sedang berlangsung.
1.7.7. Mengkonsolidasikan Hasil dan Mendorong Perubahanyang Lebih Besar
Setelah satu seri kemenangan-kemenangan jangka pendek, usaha perubahan
akan memiliki arah dan momentum. Dalam situasi-situasi yang sukses, orang-orang
akan menggunakan momentum yang sudah terbangun untuk mewujudkan visi dengan
tetap menjaga tingginya perasaan terdesak dan rendahnya rasa puas diri. Juga dengan
menghilangkan pekerjaan yang tidak perlu, melelahkan, dan menurunkan moral,
serta dengan tidak mengumumkan kemenangan secara prematur.
1.7.8. Menambatkan Pendekatan Baru dalam Budaya
Dalam beberapa contoh kasus yang berhasil, para pemimpin perubahan
di seluruh organisasi membuat perubahan bersifat tetap dengan membangun budaya
baru. Budaya baru ini sekelompok norma perilaku dan nilai-nilai yang diakui
bersama-sama, berkembang melalui konsistensi dari keberhasilan tindakan
sepanjang periode waktu yang cukup. Di sini cukupnya promosi, orientasi
karyawan baru dengan keahlian, dan acaraacara yang melibatkan emosi bisa
membuat perbedaan besar.
1.8. Dimensi dari Disain Organisasi
Dimensi organisasi terdiri dari dua tipe yaitu struktural dan
kontekstual. Dimensi struktural menyediakan label untuk menjelaskan
karekteristik internal dari suatu organisasi. Dimensi kontekstual menggambarkan
keseluruhan organisasi, termasuk ukuran, teknologi, lingkungan dan tujuannya.
1.9. Dimensi Kontekstual
1.9.1. Ukuran adalah besarnya organisasi
yang tercermin dalam jumlah orangorang dalam organisasi tersebut. Dapat diukur
untuk organisasi sebagai satu keseluruhan atau spesifik komponen, seperti
sebagai pabrik atau divisi.
1.9.2. Teknologi merujuk kepada alat-alat, teknik, dan tindakan
yang digunakan untuk mengubah input menjadi output. Lebih
ditujukan bagaimana organisasi menghasilkan barang dan jasa yang disediakan
untuk para pelanggan dan mencakup hal seperti fleksibel manufaktur, system informasi,
dan internet.
1.9.3. Lingkungan termasuk semua elemen di luar batas organisasi. Elemen tersebut termasuk industri, pemerintah,
pelanggan, pemasok, dan komunitas finansial.
1.9.4. Tujuan dan strategi organisasi menentukan
lingkup operasional dan hubungan dengan karyawan, pelanggan dan pesaing.
1.9.5. Budaya organisasi adalah
kumpulan dari nilai-nilai, kepercayaan, pengertian
dan norma-norma yang dibentuk oleh para pegawai. Nilai-nilai tersebut berhubungan langsung dengan perilaku
beretika, komitmen pegawai, efisiensi,
atau pelayanan pelanggan, dan mereka memberikan perekat untuk terus bersama
anggota organisasi.
1.10. Kesiapan untuk Perubahan Organisasi
Kesiapan merupakan salah satu faktor
terpenting dengan melibatkan karyawan untuk mendukung inisiatif perubahan.
Dimaksud dengan siap untuk berubah adalah ketika orang-orang dan struktur
organisasi sudah dipersiapkan dan mampu untuk berubah.
Kesiapan organisasi untuk berubah
menurut Lehman (2005) antara lain dapat dideteksi dari beberapa variabel
seperti variabel motivasional, ketersedian sumber daya, nilai-nilai dan sikap
positif yang dikembangkan para karyawan, serta iklim organisasi yang mendukung
perubahan. Dalam konteks organisasional, kesiapan individu untuk berubah
diartikan sebagai kesediaan individu untuk berpartisispasi dalam kegiatan yang
dilaksanakan organisasi setelah perubahan berlangsung dalam organisasi tersebut
(Huy, 1999).
Menurut Desplaces (2005), kesiapan
individu untuk menghadapi perubahan akan menjadi daya pendorong yang membuat
perubahan itu akan memberikan hasil yang positif. beberapa kajian terbaru
tentang konstruk variabel kesiapan untuk berubah menjelaskan bahwa sesungguhnya
kesiapan individu untuk berubah dapat diidentifikasi dari sikap positif
individu terhadap perubahan, persepsi dari keseluruhan warga organisasi untuk
menghadapi perubahan, dan rasa percaya individu dalam menghadapi perubahan.
Setiap perubahan akan dihadapkan dengan
kemungkinan adanya perbedaan dan konflik antara pimpinan dan anggota
organisasi. Untuk terjadinya perubahan yang terarah seperti yang diinginkan,
maka konflik harus diselesaikan seperti kepercayaan anggota organisasi dan
pengetahuan mengenai perubahan. Pada dasarnya, keadaan untuk kesiapan harus
harus dibuat. Sebuah organisasi siap untuk berubah apabila ketiga kondisi ini
ada:
10.1. Mempunyai pemimpin yang efektif dan dihormati Seperti kita ketahui
dalam manajemen menunjukkan bahwa pemimpin
yang kurang baik – tidak dihormati maupun tidak efektif akan mengalangi kinerja
organisasi. Mereka tidak dapat mempertahankan karyawan yang baik dan memotivasi
mereka yang berada di perusahaan. Oleh karena itu perusahaan harus mengganti
mereka dengan individu-individu yang efektif dan dihormati oleh orang-orang
disekitarnya, hal tersebut akan medekatkan bahwa organisasi telah siap untuk
berubah.
10.2. Orang-orang dalam organisasi mempunyai motivasi untuk berubah. Mereka
merasa kurang puas dengan keadaan sekarang sehingga mereka bersedia untuk ikut
berpartisipasi dan menerima resiko dengan adanya perubahan.
10.3. Organisasi mempunyai struktur non-hirarki Hirarki dapat menjadi
perintang bagi proses perubahan, oleh karena itu manager harus bisa mengurangi
pekerjaan yang berdasarkan hirarki dengan memberikan pekerjaan yang bersifat
kolaboratif (kerja sama).
Penilaian kesiapan sebelum terjadinya
perubahan akan memberikan dorongan yang kuat dan beberapa instrumen yang akan dikembangkan
untuk memenuhi tujuan dari sebuah eperubahan tersebut. Instrumen yang sudah ada
ini muncul untuk mengukur kesiapan dari beberapa perspektif, yaitu, proses
perubahan (change process), isi perubahan (change content),
konteks perubahan (change context), dan individu atribut :
1)
Perspektif
pertama Proses perubahan merujuk ke langkah-langkah
yang dilakukan selama implementasi.
2)
Perspektif kedua adalah konten perubahan organisasi, yang merujuk
kepada insiatif tertentu yang sedang diperkenalkan.
3)
Perspektif yang ketiga adalah
organisasi konteks. Konteks terdiri dari kondisi dan lingkungan di
mana karyawan melakukan fungsinya.
KESIMPULAN
Berdasarkan paparan di atas, dapat
disimpulakn sebagai berikut :
1.
Intinya
kita bisa meyakini bahwa niat pendirian Madrasah Aliyah adalah sebagai Sekolah
setingkat SMA adalah pada dasarnya bertujuan baik karena bercita-cita
menyeimbangkan pendidikan umum dengan pendidikan agama islam. Hal ini tergambar
dari jenis mata pelajaran yang ada di Madrasah Aliyah saat awal berdirinya
hingga sekarang ini
2.
Perubahan
Organisasi adalah suatu proses dimana organisasi tersebut berpindah dari
keadaannya yang sekarang menuju ke masa depan yang diinginkan untuk
meningkatkan efektifitas organisasinya. Tujuannya adalah untuk mencari cara
baru atau memperbaiki dalam menggunakan resources dan capabilities dengan
tujuan untuk meningkatkan kemampuan organisasi dalam menciptakan nilai dan
meningkatkan hasil yang diinginkan kepada stakeholders.
3.
Tehnik
untuk implementasi perubahan-perubahan berdasarkan pengalaman, penyebab serta
solusinya :
a) Penyebab
gagalnya perubahan yaitu Sudah puas dengan kondisi sekarang, tak ada alasan
lagi untuk berubah. Solusinya Menciptakan
urgensi untuk berubah.
b) Penyebab
gagalnya perubahan yaitu Gagal membangun tim kerja yang solid. Perubahan
memerlukan kepemimpinan. Solusinya Membangun
koalisi yang kokoh untuk mengawal perubahan.
c) Penyebab
gagalnya perubahan yaitu Meremehkan kekuatan visi dan tak ada usaha serius
menjelaskan perlunya berubah. Solusinya
Mengembangkan visi dan strategi perubahan. Dan lain-lain...
4.
Menyarakat
madani merupakan suatu ujud masyarakat yang memiliki kemandirian aktivitas
dengan ciri: universalitas, supermasi, keabadian, pemerataan kekuatan, kebaikan
dari dan untuk bersama, meraih kebajikan umum, piranti eksternal, bukan
berinteraksi pada keuntungan, dan kesempatan yang sama dan merata kepada setiap
warganya. ciri masyarakat ini merupakan masyarakat yang ideal dalam kehidupan.
Untuk Pemerintah pada era reformasi ini, akan mengarakan semua potensi bangsa
berupa pendidikan, ekonomi, politik, hukum, sosial budaya, militer, kerah
masyarakat madani yang dicita-citakan.
5.
Konsep
dasar pembaharuan pendidikan harus didasarkan pada asumsi-asumsi dasar tentang
manusia meenurut aajaran Islam, filsafat dan teori pendidikan Islam yang dijabarkan
dan dikembangkan berdasarkan asumsi-asumsi tentang manusia dan lingkungannya.
Atau dengan kata lain pembaharuan pendidikan Islam adalah filsafat dan teori
pendidikan Islam yang sesuai dengan ajaran Islam, dan untuk lingkungan ( sosial
- kultural) yang dalam hal ini adalah masyarakat madani.
6.
Konsep
dasar pendidikan Islam supaya relevan dengan kepentingan umat Islam dan relevan
dengan disain masyarakat madani. Maka penerapan konsep dasar filsafat dan teori
pendidikan harus memperhatikan konteks supra sistem bagi kepentingan komunitas
"masyarakat madani" yang dicita-citakan bangsa ini.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman an-Bahlawi, Ushulut Tarbiyah
Islamiyah wa Asalibiha fi Baiti wal Madrasati wal Mujtama', Dar al-Fikr
al-Mu'asyir, Beiru-Libanon, Cet. II, 1983., Terj., Shihabuddin, Pendidikan
Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat, Gema Insani Press, 1995.
Ahmad D. Marimba, 1974, Pengantar
Filsafat Pendidikan Islam, al-Ma'arif, Bandung, Cet.III,.
Anwar Jasin, 1985, Kerangka Dasar
Pembaharuan Pendidikan Islam : Tinjauan Filosofis, Jakarta.
Conference Book, London, 1978.
Fathiyah Hasan Sulaiman, Bahts fi
'L-Madzhab al-Tarbawy 'Inda 'L-Ghazaly, Maktabah Nadhlah, Mesir, 1964., Terj.,
Ahmad Hakim dan M.Imam Aziz, Konsep Pendidikan al-Ghazali, P3M, Jakarta, Cet.
I, 1986.
H.A.R. Tilar, 1998, Beberapa Agenda
Reformasi Pendidikan Nasional Dalam Perspektif Abad 21, Tera Indonesia,
Magelang, Cet. I,.
Imam Barnadib, 1997, Filsafat Pendidikan
Sistem & Metode, Penerbit Andi, Yogyakarta, Cet. Kesembilan,.
Komaruddin Hidayat, 1998, Masyarakat
Agama dan Agenda Penegakan Masyarakat Madani, Makalah "Seminar Nasional
dan Temu Alumni, Program Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Malang,
Tanggal, 25-26 September.
Masykuri Abdillah, 1999, Islam dan
Masyarakat Madani, Koran Harian Kompas, Sabtu, 27 Februari.
Mufid, 1998, Reformasi Hukum Menuju
Masyarakat Madani, Makalah "Seminar Nasional dan Temu Alumni, Programa
Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Malang", Tanggal, 25-26 September.
Muslim Usa (editor)1991, Pendidikan
Islam di Indonesia antara Cita dan Fakta, Tiara Wacana, Yogyakarta, Cet. I,
M.Rusli Karim, 1991, Pendidikan Islam
Sebagai Upaya Pembebasan Manusia, dalam Buku Pendidikan Islam di Indonesia
antara Citra dan Fakta, Editor : Muslih Usa, Tiara Wacana, Yogya, Cet.Pertama.
Roihan Achwan, 1991, Prinsip-prinsip
Pendidikan Islam Versi Mursi, dlm. Jurnal Ilmu Pendidikan Islam, Volume 1, IAIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Soroyo, 1991, Antisipasi Pendidikan
Islam dan Perubahan Sosial Menjangkau Tahun 2000, dalam Buku : Pendidikan Islam
di Indonesia antara Cita dan Fakta, Editor : Muslih Usa, Tiara Wacana, Yogya.
Syed Sajjad Husain dan Syed Ali Ashraf,
1986, Crisis Muslim Education., Terj. Rahmani Astuti, Krisis Pendidikan Islam,
Risalah.
Thoha Hamim, 1999, Islam dan Masyarakat
Madani (1) Ham, Pluralisme, dan Toleransi Beragama, Koran Harian "Jawa
Pos", Kamis Kliwon, Tanggal, 11 Maret.
Zuhairini, dkk, 1995, Filsafat
Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, Cet. II,