Alkisah, disebuah hutan
belantara ada seekor induk singa yang mati setelah melahirkan anaknya. Bayi
singa yang lemah itu hidup tanpa perlindungan induknya. Beberapa waktu kemudian
serombongan kambing datang melintasi tempat itu. Bayi singa itu
mengerak-gerakkan tubuhnya yang lemah. Seekor induk kambing tergerak hatinya.
Ia merasa iba melihat anak singa yang lemah dan hidup sebatang kara. Dan
terbitlah nalurinya untuk merawat dan melindungi bayi singa itu.
Sang induk kambing lalu
menghampiri bayi singa itu dan membelai dengan penuh kasih sayang seperti itu,
si bayi singa tidak mau berpisah dengan sang induk kambing. Ia terus mengikuti
kemana saja induk kambing pergi. Jadilah ia bagian dari keluarga besar
rombongan kambing itu.
Hari berganti hari, dan anak
singa tumbuh dan besar dalam asuhan induk kambing dan hidup dalam komunitas
kambing. Ia menyusu, makan, minum, bermain bersama anak-anak kambing lainnya.
Tingkah lakunya juga persis layaknya kambing. Bahkan anak singa yang mulai
beranjak besar itu pun mengeluarkan suara layaknya kambing. Ia mengembik bukan
mengaum!
Ia merasa dirinya adalah
kambing, tidak berbeda dengan kambing-kambing yang lainnya. Ia sama sekali
tidak pernah merasa bahwa dirinya adalah seekor singa.
Suatu hari, terjadi kegaduhan
luar biasa. Seekor serigala buas masuk memburu kambing untuk dimangsa.
Kambing-kambing berlarian panic. Semua ketakutan. Induk kambing yang juga
ketakutan meminta anak singa itu untuk menghadapi serigala.
“kamu singa, cepat hadapi
serigala itu! Cukup keluarkan aumanmu yang keras dan serigala itu pasti lari
ketakutan!” Kata induk kambing pada anak singa yang sudah tampak besar dan
kekar.
Tapi anak singa yang sejak
kecil hidup ditengah-tengah komunitas kambing itu justru ikut ketakutan dan
malah berlindung dibalik tubuh induk kambing. Ia berteriak sekeras-kerasnya dan
yang keluar dari mulutnya adalah suara “embeeeeek”. Sama seperti kambing yang
lain bukan auman singa. Anak singa itu tidak bisa berbuat apa-apa ketika salah
satu anak kambing yang tak lain adalah saudara sesusuannya diterkam dan dibawa
lari serigala.
Induk kambing sedih karena
salah satu anaknya tewas dimakan serigala. Ia menatap anak singa dengan
perasaan nanar dan marah,
“Seharusnya kamu bias membela
kami! Seharusnya kamu bias menyelamatkan saudaramu! Seharusnya kau bisa
mengusir serigala yang jahat itu!”
Anak singa itu hanya bisa
menunduk. Ia tidak paham dengan maksud perkataan induk kambing. Ia sendiri
merasa takut pada serigala sebagaimana kambing-kambing yang lain. Anak singa
itu merasa sangat sedih karena ia tidak bisa berbuat apa-apa.
Hari berikutnya serigala
ganas itu datang lagi. Kembali memburu kambing-kambing untuk disantap. Kali ini
induk kambing tertangkap dan telah dicengkeram oleh serigala. Semua kambing tidak
ada yang berani menolong. Anak singa itu tidak kuasa melihat induk kambing yang
telah ia anggap sebagai ibunya dicengkeram serigala. Dengan nekat ia lari dan
menyeruduk serigala itu. Serigala kaget bukan kepalang melihat ada seekor singa
di hadapannya. Ia melepas cengkeramannya.
Serigala itu gemetar
ketakutan! Nyalinya habis! Ia pasrah, ia merasa hari itu adalah akhir hidupnya!
Dengan kemarahan yang luar
biasa anak singa itu berteriak keras,
“Emmbiiik!”
Lalu ia mundur ke belakang.
Mengambil ancang-ancang untuk menyeruduk lagi.
Melihat tingkah anak singa
itu, serigala yang ganas dan licik itu langsung tahu bahwa yang ada
dihadapannya adalah singa yang bermental kambing. Tak ada bedanya dengan
kambing.
Seketika itu juga
ketakutannya hilang. Ia menggeram marah dan siap memangsa kambing bertubuh
singa itu! Atau singa bermental kambing itu!
Saat anak singa itu menerjang
dengan menyerudukkan kepalanya layaknya kambing, sang serigala telah siap
dengan kuda-kudanya yang kuat. Dengan sedikit berkelit, serigala itu merobek
wajah anak singa itu dengan cakarnya.
Anak singa itu terjerembab
dan mengaduh, seperti kambing mengaduh. Sementara induk kambing menyaksikan
peristiwa itu dengan rasa cemas yang luar biasa. Induk kambing itu heran,
kenapa singa yang kekar itu kalah dengan serigala. Bukankah singa raja hutan?
Tanpa memberi ampun
sedikitpun serigala itu menyerang anak singa itu. Di saat yang kritis itu,
induk kambing yang tidak tega, dengan sekuat tenaga menerjang sang serigala.
Sang serigala terpelanting. Anak singa bangun.
Dan pada saat itu, seekor
singa dewasa muncul dengan auman yang dahsyat!
Semua kambing ketakutan dan
merapat! Anak singa itu juga ikut takut dan ikut merapat. Sementara sang
serigala langsung lari terbirit-birit. Saat singa dewasa hendak menerkam
kawanan kambing itu, ia terkejut di tengah-tengah kawanan kambing itu ada
seekor anak singa.
Beberapa ekor kambing lari,
yang lain langsung lari. Anak singa itu langsung ikut lari. Singa itu masih
tertegun. Ia heran kenapa anak singa itu ikut lari mengikuti kambing? Ia
mengejar anak singa itu dan berkata,
“Hai kamu jangan lari! Kamu
anak singa, bukan kambing! Aku tak akan memangsa anak singa!”
Namun anak singa itu terus
lari dan lari. Singa dewasa itu terus mengejar. Ia tidak jadi mengejar kawanan
kambing, tapi malah mengejar anak singa. Akhirnya anak singa itu tertangkap.
Anak singa itu ketakutan,
“Jangan bunuh aku, ammpuun!”
“Kau anak singa, bukan anak
kambing. Aku tidak membunuh anak singa!”
Dengan meronta-ronta anak
singa itu berkata, “tidak aku anak kambing! Tolong lepaskan aku!”
Anak singa itu meronta dan
berteriak keras. Suaranya bukan auman tapi suara embikan, persis seperti suara
kambing.
Sang singa dewasa heran bukan
main. Bagaimana mungkin ada anak singa bersuara kambing dan bermental kambing.
Dengan geram ia menyeret anak singa itu ke danau. Ia harus menunjukkan siapa sebenarnya
anak singa itu. Begitu sampai danau yang jernih airnya, ia meminta anak singa
itu melihat bayangan dirinya sendiri. Lalu membandingkan dengan singa dewasa.
Begitu melihat bayangan
dirinya, anak singa itu terkejut, “oh, rupa dan bentukku sama dengan kamu. Sama
dengan singa, si raja hutan!”
“Ya, karena kamu sebenarnya
anak singa. Bukan anak kambing!” Tegas singa dewasa.
“jadi aku bukan kambing? Aku
adalah seekor singa!”
“Ya kamu adalah seekor singa,
raja hutan yang berwibawa dan ditakuti oleh seluruh seisi hutan! Ayo aku ajari
bagaimana menjadi seekor raja hutan!” Kata sang singa dewasa.
Singa dewasa lalu mengangkat
kepalanya dengan penuh wibawa dan mengaum dengan keras. Anak singa itu lalu
menirukan, dan mengaum dengan keras. Ya mengaum, menggetarkan seantero hutan.
Tak jauh dari situ serigala ganas itu lari semakin kencang, ia ketakutan
mendengar auman anak singa itu.
Anak singa itu kembali
berteriak penuh kemenangan,
“Aku adalah seekor singa!
Raja hutan yang gagah perkasa!”
Singa dewasa tersenyum
bahagia mendengarnya.
Makna Dari sebuah Cerita diatas......!
Jangan jangan kondisi kita,
dan sebagian besar orang di sekeliling kita mirip dengan anak singa di atas.
Sekian lama hidup tanpa mengetahui jati diri dan potensi terbaik yang
dimilikinya.
Betapa banyak manusia yang
menjalani hidup apa adanya, biasa-biasa saja, yah ala kadarnya. Hidup dalam
keadaan terbelenggu oleh siapa dirinya sebenarnya. Hidup dalam tawanan rasa
malas, langkah yang penuh keraguan dan kegamangan. Hidup tanpa semangat hidup yang
seharusnya. Hidup tanpa kekuatan nyawa terbaik yang dimilikinya.
Saya amati orang-orang di
sekitar saya. Di antara mereka ada yang telah menemukan jati dirinya. Hidup
dinamis dan prestatif. Sangat faham untuk apa ia hidup dan kreatif bagaimana ia
harus hidup. Hari demi hari ia lalui dengan penuh semangat dan optimis. Detik
demi detik yang dilaluinya adalah kumpulan prestasi dan rasa bahagia. Semakin
besar rintangan menghadap semakin besar pula semangatnya untuk menaklukkannya.
Namun tidak sedikit yang
hidup apa adanya. Mereka hidup apa adanya karena tidak memiliki arah yang
jelas. Tidak faham untuk apa dia hidup, dan bagaimana ia harus hidup.
Saya sering mendengar
orang-orang yang ketika ditanya, ”Bagaimana Anda menjalani hidup Anda?” atau
”Apa prinsip hidup Anda?”, mereka menjawab dengan jawaban yang filosofis, ”Saya
menjalani hidup ini mengalir bagaikan air. Santai
saja.”
Tapi sayangnya mereka tidak
benar-benar tahu filosofi ’mengalir bagaikan air’. Mereka memahami hidup
mengalir bagaikan air itu ya hidup santai. Sebenarnya jawaban itu mencerminkan
bahwa mereka tidak tahu bagaimana mengisi hidup ini. Bagaimana cara hidup yang
berkualitas. Sebab mereka tidak tahu siapa sebenarnya diri mereka?
Potensi terbaik apa yang
telah dikaruniakan oleh Tuhan kepada mereka. Bisa jadi mereka sebenarnya adalah
’seekor singa’ tapi tidak tahu kalau dirinya ’seekor singa . Mereka menganggap
dirinya adalah ’seekor kambing sebab selama ini hidup dalam kawanan kambing.
Banyak orang-orang disekitar
kita dulu hidup memprihatikan ternyata sampai sekarang tidak berubah. Kenapa
tidak berubah? Jawabannya karena mereka tidak mau berubah. Kenapa tidak mau
berubah? Jawabnya karena mereka tidak tau bahwa mereka harus berubah. bahkan
kalau mereka tahu harus berubah mereka tidak tahu bagaimana caranya berubah. sebab
mereka terbiasa hidup pasrah, hidup tanpa rasa berdaya dalam keluh kesah. dan
cara hidup seperti itu yang terus diwariskan turun temurun.
Tak terhitung berapa jumlah anak
negeri ini yang bermental seperti kambing. meskipun sebenarnya mereka adalah
singa yang berwibawa dan prestatif. banyak yang minder dengan bangsa lain
seperti mindernya anak singa bermental kambing pada serigala. padahal bangsa
ini adalah bangsa besar! ummat ini adalah ummat yang besar!
bangsa ini sebenarnya adalah ibarat
singa dewasa yang sebenarnya memiliki kekuatan dahsyat dan bukan bangsa
sekawanan kambing. banyak yang tidak menyadari apa makna hidup yang sebenarnya.
Justru banyak yang bermental kambing dan berprilaku layaknya kambing. bukan
layaknya singa! lebih memprihatinkan lagi, ada yang sudah menyadari dirinya
sesungguhnya singa tapi tetap memilih untuk tetap menjadi kambing. karena telah
terbiasa menjadi kambing maka ia malu menjadi singa! malu untuk maju dan
berprestasi!
Marilah kita sama-sama hayati
diri kita sebagai seekor singa. Allah telah memberi predikat kepada kita
sebagai ummat terbaik di muka bumi ini. marilah kita bermental menjadi ummat
terbaik, jangan bermental ummat terbelakang. Allah berfirman dalam QS. Ali
Imran:110 “Kalian adalah sebaik-baik ummat yang dilahirkan untuk manusia,
karena kalian menyuruh berbuat yang makruf, mencegah dari yang mungkar dan
beriman kepada Allah.!”
Jadi yang manakah diri kita
sebenarnya...?
Temukan Jati Diri kita, agar
kita menjadi orang-orang yang beruntung dan tentunya menjadi orang-orang yang
selalu berprestasi dan berwibawa.
Seperti Anak singa tapi bermental
kambing kah..?
Atau Seperti Singa Dewasa
yang gagah nan berani, Berwibawa dan
pantang menyerah..?
Jawabannya ada dalam benak
diri kita sendiri..hanya diri kita sendiri yang tahu, seperti apakah kita dalam
menjalani hidup ini...!
Bagaimana pendapat anda...?
Maaf Jika ada perkataan yang kurang berkenan....!
Terima Kasiih...!