Powered By Blogger

Kamis, 14 November 2013

PEMIMPIN PERADABAN

Pemimpin peradaban ada­lah mereka yang tidak asyik dan sibuk membentuk citra diri lewat cameragenik  dan auragenik (tv, baliho, spanduk dan sejenisnya), tetapi mereka memang pemim­pin di alam realitas yang hadir untuk me­lu­ruskan peradaban yang se­ngaja dibengkokkan kaum matereliastik dan hedo­nis­tik. Pemimpin peradaban bukan­lah mereka yang sering me­ngunakan agama dan budaya luhur sebagai kuda tung­gang­an sesaat untuk mencapai niat kekuasaan yang mereka sem­bunyikan. Pemimpin pera­daban adalah manajer untuk semua budaya dan sistem sosial yang ada. Pemimpin pe­radaban ada­lah mereka yang tegar mampu memposisikan diri sebagai tiang penyagga peradaban luhur.

Kemauan dan Kapasitas

Mencari sosok manusia yang diharapkan dapat men­jadi pe­mim­pin peradaban ten­tu bu­kanlah hal yang mudah, tetapi tidak mustahil, ia pasti­lah ada. Pemimpin peradaban yang di­bu­tuhkan di era digital dan serba instan ini adalah mereka yang tidak mudah dikendalikan kea­da­an, tetapi justru dia yang mengen­dalikan situasi. Kemau­an (ability) dan kemampuan (capacity) pe­mim­pin peradaban adalah modal dasar yang harus kuat dan menda­rah daging di dalam diri­nya. Manusia sebagai makh­luk peng­ubah sejarah tidak boleh mudah diubah oleh seja­rah, tetapi justru manusia yang mem­buat sejarah. Ber­buat dan bekerja adalah kata kunci untuk men­jadikan ma­nu­sia bisa mem­buat sejarah.

Piranti pendukung yang hen­daknya terus dibangun dan di­kem­bangkan pada setiap diri pemimpin adalah kemauan (ability). Kemauan untuk terus belajar dan mengajar dengan meng­gunakan semua kesem­patan dan media tersedia. Ke­mau­an me­luruskan niat dan orientasi hidup, bahwa hidup adalah nilai yang ditorehkan. Kemauan untuk tetap istiqa­mah pada lajur pe­mimpin yang benar dan baik. Kemauan dan niat diri bahwa menja­dikan jabatan pe­mim­pin yang disandangnya itu adalah mulia dan terhormat. Pemimpin peradaban adalah jalan hidup yang diridai Allah. Pemimpin juga harus memiliki kemauan tinggi untuk mening­kat­kan kua­litas pengetahuan dan peri­la­ku hidupnya. Pemim­pin hen­daknya tidak boleh absen bela­jar dan mengajar (long life edu­cation, minal mahdi ilal lahdi).

Pemimpin juga dituntut meningkatkan kapasitas diri­nya (capacity). Kapasitas da­lam artian lebih dari sekadar kom­petensi. Kompotensi ada­lah seperangkat kemampuan pelak­sanaan tugas profesional yang diemban. Kapasitas diri pemim­pin tidak saja sebagai seorang profesional, tetapi ia juga leader dan tokoh di ling­kungan kelom­pok masyarakat. Kapasitas diri yang melewati ambang batas profesionalnya, karena pemim­pin juga insan pilihan di lingku­ngan di mana mereka hidup. Pemimpin ber­ka­pasitas adalah, pemimpin yang juga menjadi ikutan di masyarakat. Tidak pemimpin yang hanya tahu dengan tugas pokoknya saja, tetapi ia juga peduli dengan situasi sosial di tempat ia hidup.

Piranti penting yang tidak boleh tergores oleh seorang pemimpin adalah komitmen dirinya sebagai pemimpin. Ko­mit­men pada tugas, etika dan kepatutan yang harus dicer­minkan seorang pemim­pin. Pemimpin berkomitmen tinggi adalah mereka yang ti­dak mu­dah luntur oleh iming-iming materialistik. Pemimpin yang berkomitmen tinggi ada­lah me­re­ka yang menjadikan diri seba­gai syuhada’ di jalan Allah lewat jalur kepemim­pin­an­nya. Pe­mim­pin yang lebih mengu­ta­ma­kan kepe­mim­pin­an sebagai misi hidup, ketim­bang profesi hidup.

Cerdas, Profesional dan Bermartabat

Keniscayaan dari perubah­an memang menuntut seorang pemimpin terus mencer­das­kan diri dan mencerdaskan masya­ra­kat yang dipimpinnya. Kecer­dasan pemimpin bukan sekadar kemampuan menye­lesaikan tugas-tugas fungsio­nal dan struk­turalnya, akan tetapi ia juga dihadapkan pada problema sosial begitu kom­plet. Pemimpin harus cerdas, cerdas mengatasi masalah, tanpa harus mengeluh dan menyalahkan zaman, apala­gi menyalahkan orang-orang yang dipimpinnya. Pemimpin adalah kelompok minoritas kreatif dan inovatif dalam me­nye­lesaikan apa pun ma­salah yang dihadapinya. Pe­mim­pin cerdas adalah pemim­pin tidak saja terpaku pada tugas rutinnya, tetapi juga memiliki ketajaman indera dalam menangkap dan mem­berikan solusi terhadap feno­mena sosial tengah mem­pe­ngaruhi anak-anak bangsa, un­tuk dicarikan solusinya.

Cerdas intelektual, emosio­nal dan spiritual yang menjadi modal dasar seorang pemim­pin hendaknya dapat pula dikemba­ngkan pada lingkung­an sekitar pemimpin itu dan masyarakat luas. Pemimpin cerdas bukan sekadar memiliki kekuatan inte­lektual belaka. Justru, ia juga mempunyai leadership yang tangguh dan mempunyai keku­atan spiritual yang jernih. Pe­mim­pin yang cerdas adalah mereka yang bisa memposisikan dirinya sebagai pusat perubahan (centre of change) ke arah kema­ju­an dan kebaikan. Pemimpin yang mempunyai spiritual jernih adalah mereka yang dapat men­jadi tokoh panutan. Kharisma kepemimpinannya tumbuh ka­rena akhlak dan keteladanan hidup yang dipe­ra­gakan dalam kesehariannya. Pemimpin yang dapat men­jadi­kan performan­ce-nya se­ba­gai teladan.

Pemimpin cerdas adalah juga pemimpin profesional. Profesio­nal adalah pemimpin yang memi­liki kemampuan terukur sesuai parameter yang ditetapkan. Pro­fesionalitas pe­mimpin menjadi keharusan, karena perkembangan kehidu­pan menuntut pembagian tu­gas hidup yang jelas. Pemim­pin profesional adalah para pe­mimpin yang memiliki skill khusus dalam bidang yang ditekuninya, dan kemudian mereka diberikan dasar yuridis lewat mandat surat kepu­tusan. Akhirnya, akan mere­ka per­tang­gungjawabkan. Di pihak lain, pemimpin profesional setelah mendapatkan haknya, juga hen­dak menyadari dan mela­kukan dengan sungguh-sungguh kewa­jibannya menata dan meni­ngkat­kan kinerja kepemimpi­nan­nya.

Cerdas dan profesional saja tidak cukup untuk seorang pe­mim­pin, karena pemimpin ada­lah orang yang akan men­jadi imam dalam perubahan, maka pemimpin harus memi­liki mar­tabat diri yang tinggi. Akhlak mulia sebagai jati se­orang pe­mim­pin tidak dapat diremehkan sedikit jua pun. Cacat moral, rendah akhlak, runtuhnya mar­tabat pe­mim­pin adalah alamat bangsa akan binasa. Kualitas moral, akhlak dan martabat pemimpin akan sangat besar sumbangannya bagi kepribadian masyarakat yang dipimpinnya. Sepintar apa pun seorang pe­mimpin, tetapi bila ia rusak moral atau rendah martabat dirinya, maka ia akan menjadi tidak cukup kuat mempengaruhi masya­rakat menjadi orang baik.

Martabat diri pemimpin ada­lah kepribadian tulus ikh­las, berjiwa jernih, tidak am­bisius kelewatan, dan meng­hargai anak bangsa. Pemimpin bermartabat adalah pemimpin menjadikan tugas dan kewa­jibannya sebagai ibadah dan panggilan hidupnya. Pemim­pin tidak mudah pesimis me­ng­hadapi tantangan, tetapi mereka optimis dan terus ber­se­mangat menjalani masalah. Pe­mim­pin bermartabat adalah sang pemimpin tidak mudah meng­gadaikan tugas men­jadi pemim­pin sekadar lem­baran rupiah, tetapi isti­qamah dan memiliki ko­mit­men diri.

Cita-cita mulia mencari pe­mimpin peradaban sebagai­mana digambarkan di atas, mestinya harus diinfor­masi­kan kepada segenap elemen masya­rakat, agar jangan sam­pai bang­sa terlalu jauh terpu­ruk ke amba­ng kehancuran peradaban. Pe­mi­lihan kepala daerah (pilkada), pemilihan legislatif dan pemi­lihan presi­den sebagai sarana demokrasi untuk melahirkan pemimpin formal hendaknya tidak saja dilakukan sekadar memenuhi standar demokrasi prosedural, akan tetapi juga harus diarah­kan pada demok­rasi substan­sial dan berkea­daban.

Tidak ada komentar: