Pemimpin peradaban adalah mereka yang tidak asyik dan sibuk membentuk citra diri lewat cameragenik dan auragenik
(tv, baliho, spanduk dan sejenisnya), tetapi mereka memang pemimpin di
alam realitas yang hadir untuk meluruskan peradaban yang sengaja
dibengkokkan kaum matereliastik dan hedonistik. Pemimpin peradaban
bukanlah mereka yang sering mengunakan agama dan budaya luhur sebagai
kuda tunggangan sesaat untuk mencapai niat kekuasaan yang mereka
sembunyikan. Pemimpin peradaban adalah manajer untuk semua budaya dan
sistem sosial yang ada. Pemimpin peradaban adalah mereka yang tegar
mampu memposisikan diri sebagai tiang penyagga peradaban luhur.
Cita-cita mulia mencari
pemimpin peradaban sebagaimana digambarkan di atas, mestinya harus
diinformasikan kepada segenap elemen masyarakat, agar jangan sampai
bangsa terlalu jauh terpuruk ke ambang kehancuran peradaban.
Pemilihan kepala daerah (pilkada), pemilihan legislatif dan pemilihan
presiden sebagai sarana demokrasi untuk melahirkan pemimpin formal
hendaknya tidak saja dilakukan sekadar memenuhi standar demokrasi
prosedural, akan tetapi juga harus diarahkan pada demokrasi
substansial dan berkeadaban.
Kemauan dan Kapasitas
Mencari sosok manusia yang
diharapkan dapat menjadi pemimpin peradaban tentu bukanlah hal yang
mudah, tetapi tidak mustahil, ia pastilah ada. Pemimpin peradaban yang
dibutuhkan di era digital dan serba instan ini adalah mereka yang
tidak mudah dikendalikan keadaan, tetapi justru dia yang
mengendalikan situasi. Kemauan (ability) dan kemampuan (capacity)
pemimpin peradaban adalah modal dasar yang harus kuat dan mendarah
daging di dalam dirinya. Manusia sebagai makhluk pengubah sejarah
tidak boleh mudah diubah oleh sejarah, tetapi justru manusia yang
membuat sejarah. Berbuat dan bekerja adalah kata kunci untuk
menjadikan manusia bisa membuat sejarah.
Piranti pendukung yang hendaknya terus dibangun dan dikembangkan pada setiap diri pemimpin adalah kemauan (ability).
Kemauan untuk terus belajar dan mengajar dengan menggunakan semua
kesempatan dan media tersedia. Kemauan meluruskan niat dan orientasi
hidup, bahwa hidup adalah nilai yang ditorehkan. Kemauan untuk tetap istiqamah
pada lajur pemimpin yang benar dan baik. Kemauan dan niat diri bahwa
menjadikan jabatan pemimpin yang disandangnya itu adalah mulia dan
terhormat. Pemimpin peradaban adalah jalan hidup yang diridai Allah.
Pemimpin juga harus memiliki kemauan tinggi untuk meningkatkan
kualitas pengetahuan dan perilaku hidupnya. Pemimpin hendaknya
tidak boleh absen belajar dan mengajar (long life education, minal mahdi ilal lahdi).
Pemimpin juga dituntut meningkatkan kapasitas dirinya (capacity).
Kapasitas dalam artian lebih dari sekadar kompetensi. Kompotensi
adalah seperangkat kemampuan pelaksanaan tugas profesional yang
diemban. Kapasitas diri pemimpin tidak saja sebagai seorang
profesional, tetapi ia juga leader dan tokoh di lingkungan
kelompok masyarakat. Kapasitas diri yang melewati ambang batas
profesionalnya, karena pemimpin juga insan pilihan di lingkungan di
mana mereka hidup. Pemimpin berkapasitas adalah, pemimpin yang juga
menjadi ikutan di masyarakat. Tidak pemimpin yang hanya tahu dengan
tugas pokoknya saja, tetapi ia juga peduli dengan situasi sosial di
tempat ia hidup.
Piranti penting yang tidak
boleh tergores oleh seorang pemimpin adalah komitmen dirinya sebagai
pemimpin. Komitmen pada tugas, etika dan kepatutan yang harus
dicerminkan seorang pemimpin. Pemimpin berkomitmen tinggi adalah
mereka yang tidak mudah luntur oleh iming-iming materialistik.
Pemimpin yang berkomitmen tinggi adalah mereka yang menjadikan diri
sebagai syuhada’ di jalan Allah lewat jalur
kepemimpinannya. Pemimpin yang lebih mengutamakan
kepemimpinan sebagai misi hidup, ketimbang profesi hidup.
Cerdas, Profesional dan Bermartabat
Keniscayaan dari perubahan
memang menuntut seorang pemimpin terus mencerdaskan diri dan
mencerdaskan masyarakat yang dipimpinnya. Kecerdasan pemimpin bukan
sekadar kemampuan menyelesaikan tugas-tugas fungsional dan
strukturalnya, akan tetapi ia juga dihadapkan pada problema sosial
begitu komplet. Pemimpin harus cerdas, cerdas mengatasi masalah, tanpa
harus mengeluh dan menyalahkan zaman, apalagi menyalahkan orang-orang
yang dipimpinnya. Pemimpin adalah kelompok minoritas kreatif dan
inovatif dalam menyelesaikan apa pun masalah yang dihadapinya.
Pemimpin cerdas adalah pemimpin tidak saja terpaku pada tugas
rutinnya, tetapi juga memiliki ketajaman indera dalam menangkap dan
memberikan solusi terhadap fenomena sosial tengah mempengaruhi
anak-anak bangsa, untuk dicarikan solusinya.
Cerdas intelektual, emosional
dan spiritual yang menjadi modal dasar seorang pemimpin hendaknya dapat
pula dikembangkan pada lingkungan sekitar pemimpin itu dan masyarakat
luas. Pemimpin cerdas bukan sekadar memiliki kekuatan intelektual
belaka. Justru, ia juga mempunyai leadership yang tangguh dan
mempunyai kekuatan spiritual yang jernih. Pemimpin yang cerdas adalah
mereka yang bisa memposisikan dirinya sebagai pusat perubahan (centre of change)
ke arah kemajuan dan kebaikan. Pemimpin yang mempunyai spiritual
jernih adalah mereka yang dapat menjadi tokoh panutan. Kharisma
kepemimpinannya tumbuh karena akhlak dan keteladanan hidup yang
diperagakan dalam kesehariannya. Pemimpin yang dapat menjadikan performance-nya sebagai teladan.
Pemimpin cerdas adalah juga
pemimpin profesional. Profesional adalah pemimpin yang memiliki
kemampuan terukur sesuai parameter yang ditetapkan. Profesionalitas
pemimpin menjadi keharusan, karena perkembangan kehidupan menuntut
pembagian tugas hidup yang jelas. Pemimpin profesional adalah para
pemimpin yang memiliki skill khusus dalam bidang yang
ditekuninya, dan kemudian mereka diberikan dasar yuridis lewat mandat
surat keputusan. Akhirnya, akan mereka pertanggungjawabkan. Di pihak
lain, pemimpin profesional setelah mendapatkan haknya, juga hendak
menyadari dan melakukan dengan sungguh-sungguh kewajibannya menata dan
meningkatkan kinerja kepemimpinannya.
Cerdas dan profesional saja
tidak cukup untuk seorang pemimpin, karena pemimpin adalah orang yang
akan menjadi imam dalam perubahan, maka pemimpin harus memiliki
martabat diri yang tinggi. Akhlak mulia sebagai jati seorang
pemimpin tidak dapat diremehkan sedikit jua pun. Cacat moral, rendah
akhlak, runtuhnya martabat pemimpin adalah alamat bangsa akan binasa.
Kualitas moral, akhlak dan martabat pemimpin akan sangat besar
sumbangannya bagi kepribadian masyarakat yang dipimpinnya. Sepintar apa
pun seorang pemimpin, tetapi bila ia rusak moral atau rendah martabat
dirinya, maka ia akan menjadi tidak cukup kuat mempengaruhi masyarakat
menjadi orang baik.
Martabat diri pemimpin adalah
kepribadian tulus ikhlas, berjiwa jernih, tidak ambisius kelewatan,
dan menghargai anak bangsa. Pemimpin bermartabat adalah pemimpin
menjadikan tugas dan kewajibannya sebagai ibadah dan panggilan
hidupnya. Pemimpin tidak mudah pesimis menghadapi tantangan, tetapi
mereka optimis dan terus bersemangat menjalani masalah. Pemimpin
bermartabat adalah sang pemimpin tidak mudah menggadaikan tugas
menjadi pemimpin sekadar lembaran rupiah, tetapi istiqamah dan memiliki komitmen diri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar